Rabu, 16 September 2009

ORANG BODOH VS ORANG PINTAR


By Mario Teguh

Orang bodoh sulit dapat kerja, akhirnya berbisnis...
Agar bisnisnya berhasil, tentu dia harus rekrut orang pintar.
Walhasil boss-nya orang pintar adalah orang bodoh.

Orang bodoh sering melakukan kesalahan,
maka dia rekrut orang pintar yang
tidak pernah salah untuk memperbaiki yang salah.
Walhasil orang bodoh memerintahkan orang pintar untuk keperluan orang bodoh.

Orang pintar belajar untuk mendapatkan ijazah untuk selanjutnya
mencari kerja. Orang bodoh berpikir secepatnya mendapatkan uang untuk
membayari proposal yang diajukan orang pintar.

Orang bodoh tidak bisa membuat teks pidato,
maka dia menyuruh orang pintar untuk membuatnya.

Orang bodoh kayaknya susah untuk lulus sekolah hukum (SH).
oleh karena itu orang bodoh memerintahkan orang pintar
untuk membuat undang-undangnya orang bodoh.

Orang bodoh biasanya jago cuap-cuap jual omongan,
sementara itu orang pintar percaya.
Tapi selanjutnya orang pintar menyesal karena telah mempercayai orang bodoh.
Tapi toh saat itu orang bodoh sudah ada di atas.

Orang bodoh berpikir pendek untuk memutuskan sesuatu yang dipikirkan
panjang-panjang oleh orang pintar. Walhasil orang orang pintar menjadi
staf-nya orang bodoh.

Saat bisnis orang bodoh mengalami kelesuan,
dia PHK orang-orang pintar yang berkerja.
Tapi orang-orang pintar DEMO. Walhasil orang-orang pintar
'meratap-ratap' kepada orang bodoh agar tetap diberikan pekerjaan.

Tapi saat bisnis orang bodoh maju, orang pintar akan menghabiskan waktu
untuk bekerja keras dengan hati senang, sementara orang bodoh menghabiskan
waktu untuk bersenang-senang dengan keluarganya.

Mata orang bodoh selalu mencari apa yang bisa di jadikan duit.
Mata orang pintar selalu mencari kolom lowongan perkerjaan.

Bill gate (Microsoft), Dell, Hendri (Ford),
Thomas Alfa Edison, Tommy Suharto, Liem Siu Liong (BCA group).
Adalah contoh orang-orang yang tidak pernah dapat S1, tapi kemudian menjadi kaya.
Ribuan orang-orang pintar bekerja untuk mereka.
Dan puluhan ribu jiwa keluarga orang pintar bergantung pada orang bodoh.


PERTANYAAN :
Mendingan jadi orang pintar atau orang bodoh??
Pinteran mana antara orang pintar atau orang bodoh ???
Mana yang lebih mulia antara orang pintar atau orang bodoh??
Mana yang lebih susah, orang pintar atau orang bodoh??


KESIMPULAN:
Jangan lama-lama jadi orang pinter,
lama-lama tidak sadar bahwa dirinya telah dibodohi oleh orang bodoh.

Jadilah orang bodoh yang pinter dari pada jadi orang pinter yang bodoh.
Kata kunci nya adalah 'resiko' dan 'berusaha',
karena orang bodoh perpikir pendek maka dia bilang resikonya kecil,
selanjutnya dia berusaha agar resiko betul-betul kecil.
Orang pinter berpikir panjang maka dia bilang resikonya besar untuk
selanjutnya dia tidak akan berusaha mengambil resiko tersebut.
Dan mengabdi pada orang bodoh...

Diamanakah posisi anda saat ini...
Berhentilah meratapi keadaan anda yang sekarang...

Ini hanya sebuah Refleksi dari semua Retorika dan Dinamika kehidupan.
Semua Pilihan dan Keputusan ada ditangan anda untuk merubahnya,
Lalu perhatikan apa yang terjadi...


Stay Super.....



Salam,
Mario Teguh...

ORANG BODOH VS ORANG PINTAR

By Mario Teguh

Orang bodoh sulit dapat kerja, akhirnya berbisnis...
Agar bisnisnya berhasil, tentu dia harus rekrut orang pintar.
Walhasil boss-nya orang pintar adalah orang bodoh.

Orang bodoh sering melakukan kesalahan,
maka dia rekrut orang pintar yang
tidak pernah salah untuk memperbaiki yang salah.
Walhasil orang bodoh memerintahkan orang pintar untuk keperluan orang bodoh.

Orang pintar belajar untuk mendapatkan ijazah untuk selanjutnya
mencari kerja. Orang bodoh berpikir secepatnya mendapatkan uang untuk
membayari proposal yang diajukan orang pintar.

Orang bodoh tidak bisa membuat teks pidato,
maka dia menyuruh orang pintar untuk membuatnya.

Orang bodoh kayaknya susah untuk lulus sekolah hukum (SH).
oleh karena itu orang bodoh memerintahkan orang pintar
untuk membuat undang-undangnya orang bodoh.

Orang bodoh biasanya jago cuap-cuap jual omongan,
sementara itu orang pintar percaya.
Tapi selanjutnya orang pintar menyesal karena telah mempercayai orang bodoh.
Tapi toh saat itu orang bodoh sudah ada di atas.

Orang bodoh berpikir pendek untuk memutuskan sesuatu yang dipikirkan
panjang-panjang oleh orang pintar. Walhasil orang orang pintar menjadi
staf-nya orang bodoh.

Saat bisnis orang bodoh mengalami kelesuan,
dia PHK orang-orang pintar yang berkerja.
Tapi orang-orang pintar DEMO. Walhasil orang-orang pintar
'meratap-ratap' kepada orang bodoh agar tetap diberikan pekerjaan.

Tapi saat bisnis orang bodoh maju, orang pintar akan menghabiskan waktu
untuk bekerja keras dengan hati senang, sementara orang bodoh menghabiskan
waktu untuk bersenang-senang dengan keluarganya.

Mata orang bodoh selalu mencari apa yang bisa di jadikan duit.
Mata orang pintar selalu mencari kolom lowongan perkerjaan.

Bill gate (Microsoft), Dell, Hendri (Ford),
Thomas Alfa Edison, Tommy Suharto, Liem Siu Liong (BCA group).
Adalah contoh orang-orang yang tidak pernah dapat S1, tapi kemudian menjadi kaya.
Ribuan orang-orang pintar bekerja untuk mereka.
Dan puluhan ribu jiwa keluarga orang pintar bergantung pada orang bodoh.


PERTANYAAN :
Mendingan jadi orang pintar atau orang bodoh??
Pinteran mana antara orang pintar atau orang bodoh ???
Mana yang lebih mulia antara orang pintar atau orang bodoh??
Mana yang lebih susah, orang pintar atau orang bodoh??


KESIMPULAN:
Jangan lama-lama jadi orang pinter,
lama-lama tidak sadar bahwa dirinya telah dibodohi oleh orang bodoh.

Jadilah orang bodoh yang pinter dari pada jadi orang pinter yang bodoh.
Kata kunci nya adalah 'resiko' dan 'berusaha',
karena orang bodoh perpikir pendek maka dia bilang resikonya kecil,
selanjutnya dia berusaha agar resiko betul-betul kecil.
Orang pinter berpikir panjang maka dia bilang resikonya besar untuk
selanjutnya dia tidak akan berusaha mengambil resiko tersebut.
Dan mengabdi pada orang bodoh...

Diamanakah posisi anda saat ini...
Berhentilah meratapi keadaan anda yang sekarang...

Ini hanya sebuah Refleksi dari semua Retorika dan Dinamika kehidupan.
Semua Pilihan dan Keputusan ada ditangan anda untuk merubahnya,
Lalu perhatikan apa yang terjadi...


Stay Super.....



Salam,
Mario Teguh...

Selasa, 15 September 2009

Bersedekah Kepada Si Miskin, Berterima Kasih Kepada Si Kaya


Pak Darma ( bukan nama sebenarnya ) bukanlah orang kaya. Secara ekonomi, kehidupan keluarganya justru bisa dibilang pas-pasan. Pak Darma adalah karyawan sebuah perusahaan swasta, sedang sang istri hanyalah seorang ibu rumah tangga biasa. Pak Darma tinggal bersama istri dan putri tunggalnya di sebuah rumah kontrakan yang ( juga ) sangat sederhana.

Meski kehidupan keluarga Pak Darma sangat sederhana, tetapi keluarga ini dikenal masyarakat sekitar sebagai keluarga yang murah hati. Setiap ada tetangga yang memerlukan bantuan, selalu saja ada yang mereka berikan. Setiap ada kegiatan amal, mereka tak pernah ketinggalan. Intinya, sekecil apapun mereka akan berusaha membantu, berbagi dengan tetangga-tetangganya.

Malam itu, Bu Darma sedang menyusun daftar kerabat dan tetangganya yang akan dia berikan bingkisan lebaran sebagaimana biasa mereka lakukan tiap tahunnya, ketika Pak Darma pulang dari tadarus di Mushola. Usai menjawab salam, sang istri langsung menyambut dan mencium tangan sang suami. Kebetulan daftar yang ia susun sudah selesai.

“ Pak, Ibu sudah menyusun daftar dan membuat anggaran untuk bingikisan lebaran nanti. Mulai tahun ini, Ibu tambahin satu ya Pak?”

“ Siapa Bu? “ tanya Pak Darma sambil duduk disebelah sang istri.

“ Ust. Rohman ( bukan nama sebenarnya ) “ jawab sang istri sambil menyodorkan selembar kertas kepada Pak Darma.

“ Ust. Rohman? “ tanya Pak Darma ragu, tapi memang dia mendapati nama itu di daftar yang disusun sang istri.

“ Iya, betul. Kenapa Pak, nda boleh? “ tanya sang istri, hatinya harap-harap cemas kalau-kalau sang suami tidak setuju dengan idenya.

“ Boleh, boleh saja. Tapi, ust. Rohman itu kan lebih kaya dari kita “

“ Memang ndo boleh kita ngasih bingkisan ke orang kaya Pak?” bu Darma agak merasa lega karena sang suami sebenarnya mengizinkan, hanya belum paham dengan yang dia pikirkan. Kini tinggal bagaimana caranya dia menjelaskan idenya, dan dia yakin Pak Darma akan setuju. Dia tahu betul watak suami yang telah menikahinya selama 10 tahun.

“ Bukan, bukan begitu maksudku Bu. Apa nanti kita nda dianggap menghina, apalagi bingkisan kita itu kan cuman bingkisan sederhana, bukan parcel seperti yang biasa dikirim dari dan untuk orang-orang kaya dilingkungan sini. Atau takutnya kita malah dikira mengharapkan lebih dari yang kita berikan”

“ Bapak ini. Beliau ini kan seorang ustadz, nda mungkinlah beliau berpikiran seperti itu. Maksud ibu gini lho Pak. Selama ini bapak dan si Rahma ( bukan nama sebenarnya ) kan ngaji di tempat ust. Rohman. Selama ini Bapak kalau ngaji disana, jarang sekali membawa kue atau cemilan untuk teman minum kopi usai pengajian. Sedang si Rahma tiap bulan paling hanya membayar Rp. 10.000,00. Itupun sekedar untuk membantu membayar listrik. “

“ Iya juga sih, terus? “ jawab Pak Darma manggut-manggut. Sang istripun jadi semangat, ia yakin kalo sang suami kini akan mendukung idenya.

“ Nah, nda ada salahnya kan, kalau lebaran nanti kita memberikan sekedar bingkisan, itung-itung tanda terima kasih kita karena selama ini sudah mendapat banyak ilmu dari beliau. Bapak tahu kan, waktu pertama ngaji Rahma baru baca juz Ama ,tapi sekarang sudah Al Quran, malah sudah sampai juz ke 10. Belum lagi Bapak, sejak ngaji di tempat Ust. Rohman, pengetahuan agama Bapak jauh lebih luas, dan ibu bisa belajar dari Bapak“

“ Iya ya, kok aku nda kepikiran sampai ke situ ya. Malah gini Bu, bingkisan untuk ust. Rohman ibu tambahin kuenya lagi, kan yang ngaji di sana bukan cuma Rahma, tapi aku juga. Aku yakin kalau ust. Rohman nda bakal mikir macem-macem. Kalaupun beliau dan keluarganya tidak membutuhkan atau sudah memiliki kue yang cukup untuk lebaran, beliau lebih tahu kemana harus disalurkan. Makasih Bu, ibu sudah membukakan hati dan pikiran Bapak. Bagus bila kita bersedekah kepada yang miskin, tapi tak ada salahnya juga kita menunjukan rasa terima kasih kita kepada orang yang telah berjasa bagi kita, meskipun dia sudah kaya.”

“ Alhamdulillah, bapak sudah paham dengan yang ibu maksud. Makasih ya Pak. Sekarang, mana uang yang akan ibu belanjakan kue dan sirup untuk bingkisan, masa mau makai uang belanja Ibu.” Kata Bu Darma sambil tersenyum manja. Sang suamipun tersenyum, meraih pundak sang istri dan mencium keningnya dengan penuh cinta.

Begitulah, kehidupan keluarga pak Darma. Sederhana namun tak pernah lupa untuk bersedekah. Kehidupannnya yang pas-pasan tidak dijadikan alasan untuk tidak berbagi dengan sesama. Keluarga Pak Darma sadar betul, bahwa dibanding mereka, masih banyak keluarga-keluarga lain yang tidak seberuntung mereka. Bagi mereka, bukan seberapa banyak yang bisa mereka berikan, tapi seberapa banyak orang yang bisa mereka bantu. Selama ada yang bisa mereka bagi dengan orang lain, jangankan orang miskin, dengan orang yang lebih berkecukupanpun mereka mau berbagi, terlebih kepada mereka yang telah berjasa.

Sungguh keluarga yang dermawan. Kita bisa mengambil pelajaran bahwa sebuah pemberian tergantung dari niatnya. Tak selamanya memberi kepada yang miskin bisa disebut sedekah, kalau niatnya untuk riya. Juga, memberi kepada yang sudah mampu tidaklah selamanya disebut suap, tanda terima kasih jelas tidak ada salahnya. Semua tergantung niat dan keikhlasan kita berbagi.

abisabila@ymail.com
http://abisabila.blogspot.com

Rutinitas Dalam Kehidupan..............


Suka atau tidak, kehidupan ini akan mengalir sesuai pengaturan waktu yang telah ditentukan. Kehidupan yang seringkali terisi dengan sebuah tawa, canda dan sering-kali air mata. Kehidupan yang sering-kali kita biarkan mengalir seperti air di sungai atau di laut, tanpa sedikit pun kita menghentikannya sejenak, untuk memaknai; “Kenapa hidupku hanya se-rutin ini?”

Banyak hal sebenarnya yang kadang membuat kita kaget dengan rutinitas keseharian yang telah kita jalani. Baik itu satu bulan-dua bulan- atau pun berpuluh tahun perjalanan hidup kita di dunia ini. Saat kita melihat anak-anak kita tumbuh dan membesar. Mereka kelihatan lebih “dewasa” dengan kecerdasan dan kelebihannya masing-masing,yang terkadang membuat kita terperangah, “ternyata betapa tuanya aku saat ini?!” Mereka ternyata berpostur tubuh lebih tinggi dari kita.

Atau saat kita pulang kampung. Saat kita berkumpul dengan keluarga besar kita, di saat lebaran. Kadang kita terperangah, serasa tak percaya, karena rasanya baru beberapa tahun berlalu keponakan kita yang dulunya seorang gadis kecil, ternyata disaat pertemuan itu telah menjadi seorang ibu dari seorang anaknya. Maupun berita kematian orang-orang yang “dituakan: di kampung kita. Kita pun sering-kali serasa tak percaya, bahwa semuanya di luar perkiraan kita.

Padahal sering-kali kita bercermin, dan tidak sedikitpun kita melihat sebuah garis ketuaan di wajah kita, tapi saat kita bertemu teman lama, barulah kita sadar diri kita setua dirinya, karena melihat teman kita ternyata kelihatan sudah “ujur”. Pastilah hati kita terhenyak, betapa waktu banyak berlalu tanpa kita sadari. Hal ini terjadi karena kita hanya bersibuk dengan urusan rutin yang tak akan pernah habis, hingga sang Pencipta memanggil kita.

Manusia memang terlahir dengan penuh misteri. Yaitu kelahirannya beserta garis kehidupannya yang telah dicatatkan di tempat yang tak terjangkau panca indera tentang hidup, mati, bahagia atau sengasara, rejeki, jodoh dan apakah masuk syurga atau neraka? Semua misteri itu tentu saja milik Allah Swt. dan sebagai makhluk ciptaan-Nya kita diberikan dua buah jalan, yaitu jalan kebajikan atau pun kemungkaran. Jalan itu tentu saja tidak akan bisa kita ketahui bila kita tidak memiliki pedomannya. Tentu saja sebagai muslim, pedoman kita adalah al-Qur’an. Al-Qur’an di turunkan oleh Allah untuk menuntun kita pada jalan kebajikan. Petunjuk jalan yang akan dapat membuat kita mencapai sebuah tujuan akhir, yaitu kebahagiaan abadi, syurga-Nya.

Al-Qur’an sebagai pedoman hidup manusia, ternyata sering-kali hanya lah sebuah slogan di bibir. Pada prakteknya lebih sering membaca buku-buku yang sebenarnya adalah sampah untuk kehidupan ini, tapi itulah kenyataannya, kita sering-kali menomor duakan Al-Qur’an sebagai bacaan harian kita. Maka tidak lah dapat di pungkiri, bila kehidupan kita hanya terisi sesuai bahan bacaan kita, bukan dari cahaya Al-Qur’an. Maka hidup kita akan jauh dari norma-norma aturan yang berstandar Al-Qur’an.

Kehidupan yang sering-kali di maknai dengan standar bahagia berbanding lurus dengan semua pemenuhan keinginan, ternyata sering-kali menyesali kehidupan kita yang sering-kali jatuh bangun karena materi. Menggerutu karena seringnya keluarga kita sakit, atau pun hal-hal lain yang membuat kita serasa tak bahagia.

Kita ingin kehidupan selalu berjalan sesuai dengan apa yang kita inginkan. Sadarlah, hidup ini bukan lah milik kita, kita tidak bisa menentukan kapan kita kaya, kapan kita pintar atau kapan kita masuk syurga. Semuanya terletak pada tangan sang Maha Kuasa kehidupan ini.

Kita bukan lah tuhan kehidupan, yang selalu ingin hidup berjalan sesuai dengan angan kita. Karena bila kita tuhan, maka tentu saja hidup kita berstandar sesuai pribadi kita, yang pada akhirnya berujung pada sebuah penyesalan. Se-misal contoh; kita cuti kerja dari pekerjaan. Kita mempunyai hak untuk mengatur jadwal kita, sesuai keinginan kita. Pada saat itu lah kita merasakan sebuah kebebasan - bebas lepas dari ikatan yang selama ini di jalani. Maka karena merasa lepas itulah, tidur kita pun berlebihan.

Bila kita bekerja, biasanya sebelum adzan subuh sudah bangun, dan mempersiapkan diri untuk berangkat kerja. Karena cuti, maka kita pun berleha-leha untuk tidur kembali setelah shalat subuh, tapi apa yang terjadi? Ternyata setelah kelamaan tidur, maka kepala kita serasa sangat berat, perut pun keroncongan minta diisi. Saat kita keluar dari kamar, ternyata rumah kita bagaikan kapal pecah. Semuanya berantakan! Begitulah bila kita hanya mengikuti keinginan kita. Kita memang memerlukan sebuah peraturan agar kita tidak lepas kendali dalam mengisi detik demi detik kehidupan ini.



Ada seorang pedagang pakaian yang berlokasi di sebuah pasar. Saat ramadhan dan mendekati hari lebaran beberapa tahun yang lalu, saya pernah menanyakan kepadanya tentang kapan dia akan pulang kampung, karena dia sudah lama sekali tidak pernah menginjakkan kakinya di kampung halamannya, Sulawesi Selatan. Jawabannya?

“Sebenarnya, aku pingin pulang kampung. Tapi sayang sekali bila aku tinggalkan tokoku ini. Karena lumayan omzetnya per hari yang aku dapatkan.”

Omzet penjualannya memang puluhan juta per harinya. Hingga dia pun hidup sekeluarga di tokonya tersebut dengan tumpukan barang jualannya. Kehidupan yang tidak bisa saya bayangkan akan bisa saya jalani.. Ruangan yang tidak pernah tersinari matahari, Tanpa jendela dan ventilasi yang cukup. Tanpa halaman. Dimana-mana ada setumpuk pakaian, Membuat anak-anak tidak betah tinggal di rumahnya sendiri.

Keterikatannya pada penghasilan yang lumayan melupakan arti sebuah rumah yang nyaman. Mereka sekeluarga rela untuk hidup penuh dengan suasana sumpek karena tidak ingin meninggalkan tempat yang menghasilkan uang yang banyak. Jualannya dari pagi hingga malam hari. Nilai silaturahmi kepada keluarganya di kampung ternyata terabaikan.

Saya tentu saja memikirkan, bagaimana dia mengikat hidupnya pada usahanya. Seluruh hidupnya hanya untuk mengejar materi. Dari pagi ke pagi, dari malam ke malam yang dihadapinya adalah hanya barang dagangannya. Dia merasa tak bisa melepaskan diri dari tokonya karena sangat tahu penghasilannya per hari yang cukup besar. Tapi apakah hidup memang hanya untuk itu? Tidak ada irama lain, selain untuk mengumpulkan uang.

Berpuluh tahun, hidupnya berjalan konstan. Anak-anak di besarkan di lingkungan yang semestinya tidak di situ, karena mereka memerlukan sebuah rumah yang lebih sehat dan tentu saja aman dari pengaruh buruk lingkungan. Saat anak laki-lakinya yang pertama menjalani kehidupan remajanya, maka dia pun tersentak kaget, ternyata anaknya masuk dalam lingkaran narkoba. Masuk dalam kategori anak bermasalah dan kemudian masuk bui.

Anak keduanya ( perempuan ) yang cukup cerdas, akhirnya di nikahkan dengan keluarganya sendiri yang lumayan berada. Padahal anak tersebut baru lulus dari SMU. Mereka punya prinsip perempuan tidak perlu sekolah tinggi, karena akhirnya akan ke dapur juga. Yah mereka hanya mengukur semuanya dari sudut materi. Itulah hidup mereka. Sungguh sayang, tidak pernah berfikir untuk meningkatkan ilmu atau pun wawasan keagamaan. Tidak ada pengajian rutin atau pun majlis ilmu secara berkesinambungan, yang akan membuat mereka dapat lebih memahami agama mereka secara lebih baik lagi.

Banyak memang, yang merasa aman dengan kondisinya yang dari dulu hingga sekarang, dengan irama kehidupan yang tetap. Mereka merasa itulah dunia mereka. Tidak ada sedikit pun merasa bahwa mereka tertinggal dari segi ilmu, ataupun segi ibadah. Mereka hanya saling iri untuk menambah jumlah harta. Untuk mereka ini, sangat susah untuk di ajak meluangkan waktunya sekedar satu kali sepekan mengikuti majlis ilmu. Tapi itulah tugas kita, sebagai seorang yang masih terhubung sebagai keluarga, untuk memberikan pemahaman sedikit demi sedikit secara perlahan-lahan, tanpa mereka sadari, tertarik untuk mengikuti jejak kita. Jadi, pendekatan yang membutuhkan kesabaran, mungkin berbilang tahun atau pun sampai kita berpulang ke Rahmatullah.

Keterikatan kita pada rutinitas memang sering-kali menjebak kita. Maka berbahagia lah bagi orang-orang yang bisa mengelola rutinitas kehidupannya dengan menyempatkan diri untuk dapat tetap berkembang ( tentu dalam kebaikan ) dan beramal sholeh. Karena memang waktu kita sangat sedikit, amal pun masih ringan ( itu pun belum tentu di terima oleh Allah ) untuk kita bawa serta saat kepulangan kita ke sang pencipta kehidupan ini, yaitu Allah Swt.

( Sebuah pemikiran tentang rutinitas hidup, bila hanya di simpan di dalam hati.tidak akan ada manfaatnya, karena pemikiran yang dituangkan dalam tulisan, setiap saat bisa dibaca kembali untuk dapat direnungkan. Penulis berharap, tulisan ini sebagai cambuk bagi dirinya untuk tetap bersemangat dalam mengisi kehidupannya, dan bersyukur bila bermanfaat juga bagi orang lain. Amin )



Sengata, 14 September 2009

Halimah Taslima

Forum Lingkar Pena ( FLP ) Cab. Sengata

halimahtaslima@gmail.com

Sabtu, 12 September 2009

Istri-istri Dulu Vs Istri-istri Sekarang ..................


Ada uang abang disayang, tak ada uang abang diterjang. Entah ini hanya sekedar pribahasa atau kata-kata mutiara, yang pasti maknanya cukup menggelikan. Mungkin pribahasa ini lahir dari realita yang ada sekarang dimana memang para istri sudah agak ketat dan bersyarat dalam memberikan kasih sayang kepada para suami.

Sangat berbeda dengan prinsip yang dianut oleh kaum istri yang ada pada zaman salaf (istri-istri sahabat, tabi'in dan tabi' tabi'in) dahulu dimana mereka tidak hanya menyayangi suami ketika ada uang, tetapi juga menyayangi suami dengan kasih sayang yang mutlak, baik dalam keadaan sempit maupun dalam keadaan lapang..

Lihatlah Sayyidah Fatimah Az Zahra radhiallahu anha, penghulu kaum wanita di surga ini sangat menyayangi suaminya Sayyidina Ali karramallahu wajhah yang susah penghidupannya. Ketika sebelum menikahpun, beliau sudah sangat menyadari betapa akan susahnya nanti jika harus berumah tangga dengan Sayyidina Ali. Tetapi beliau percaya akan pemuda tawaran bapaknya ini suatu saat nanti akan menjadi surga beliau di dunia dan akhirat.

Kehidupan Sayyidina Ali yang susah bukan karena beliau seorang pengangguran, tetapi karena waktunya banyak habis di medan jihad sehingga menuntut beliau untuk kerja musiman saja memperdagangkan barang-barang dagangan orang-orang Quraisy.

Sering sekali dapur Sayyidina Ali tidak mengepul untuk beberapa hari. Sayyidina Ali, Sayyidah Fatimah dan anak-anaknya Hasan, Husain dan Zainab sering makan sehari-hari dengan buah tamar (kurma) yang keras.

Sayyidah Fatimahpun menumbuk makanannya sendiri tanpa ada pembantu sehingga tangannya yang mulia dan halus sering lecet dan menjadi kasar. Pernah Sayyidina Ali menyuruh Fatimah untuk meminta ayahnya memberikan seorang jariyah (budak wanita) untuk membantu pekerjaan rumahnya. Benar saja, ketika Nabi Saw datang ke rumah Sayyidah Fatimah (kala itu Sayyidah Fatimah kebetulan sedang menggiling gandum), beliau meminta ayahnya untuk memberikannya seorang jariyah, tapi Nabi Saw bukannya malah memberikan seorang jariyah, malah menyuruh batu gilingan yang ada di genggaman tangan Fatimah untuk bergoyang sendiri dan menumbuk gandum dengan sendirinya. Nabi Saw Bersabda, "Kalau engkau mau Fatimah batu itu dapat menjadi khadimmu (pembantu)." Dan ternyata benar saja, batu gilingan itu bergerak dan menggiling dengan sendirinya (Hingga kisah ini banyak sekali diabadikan oleh para ulama dalam berbagai kitab yang berkenaan dengan mu'jizat Rasul Saw seperti Khushushiyat Rasul karya Syaikh Nuruddin Al-Banjari dan Mawahib Al-Ladunniyah karya Imam Al-Kasthallani). Kejadian ini justru membuat Sayyidah Fatimah malu, dan entah apa yang dipikirkan oleh wanita terbaik ini hingga akhirnya Sayyidah Fatimah lebih memilih untuk bersabar dengan kehidupan susahnya dan menolak tawaran Rasul Saw. Tak lama setelah itu, Rasulullah Saw datang kembali ke rumah Fatimah dan mengajarkan kalimat subhanallah, alhamdulillah dan Allahu akbar masing-masing sebanyak 33 kali.

Sayyidina Ali sering sekali pulang dari pasar membawa hasil dagangannya.dengan hasil yang minim atau bahkan sering juga tidak sama sekali. Itupun kalau sudah dapat, Sayyidina Ali sering sekali menyedekahkannya kepada fakir miskin yang beliau temui di jalan pulangnya. Mungkin kita sering mendengar berbagai kisah Sayyidina Ali yang gemar menyedekahkan hartanya walaupun dalam keadaan susah. Di antara yang pernah saya dengar adalah pernah sudah tiga hari keluarga Sayyidina Ali tidak makan. Di rumah tidak ada apa-apa lagi yang bisa dijual selain sebuah jubah usang yang jika dijual hanya akan cukup untuk membeli beberapa potong roti saja. Tidak ada cara lain, mengingat Hasan, Husain dan Zainab sudah sangat kelaparan. Jubah usang yang sulit laku itu sepertinya memang harus dijual. Sayyidah Fatimah meminta suaminya untuk menjualnya dan uangnya dibelikan beberapa potong roti. Alhamdulillah ternyata terjual dan Sayyidina Alipun menukarkannya dengan tiga buah potong roti. Perut Sayyidina Ali yang sudah sakit keroncongan tidak ingin mencabik roti itu sedikitpun sebelum sampai di rumah dan menikmati kelezatan roti itu bersama istri dan anak-anaknya. Tapi apalah daya, di dalam perjalan menuju pulang, tiga kali Sayyidina Ali berpapasan dengan tiga orang pengemis yang kelaparan. Ketiga potong roti itupun habis dibagi-bagikan kepada para pengemis.

Anda jangan berpikir, sesampai di rumah nasib Sayyidina Ali akan tragis sebab pasti akan didamprat oleh istri yang sudah kelaparan. Ternyata tidak, setelah mengetahui Sayyidina Ali tidak membawa sedikit makananpun, Sayyidah Fatimah menyambut suaminya itu dengan penuh senyum dan rahmat. Selanjutnya saya tidak tahu, entah apa yang akan mereka makan pada hari itu. Husnuzhon saya mungkin di dalam rumahnya Allah menurunkan hidangan surga untuk keluarga itu, pastinya kita tidak ada yang tahu. Yang jelas ternyata mereka masih terus bertahan hidup untuk waktu yang lama setelah hari itu walaupun kejadian itu tidak terjadi hanya sekali atau dua kali.

Itu hanyalah salah satu contoh perilaku dari sekian banyak istri-istri di masa salaf. Kita dapat menyimpulkan bahwa akhlak mereka rata-rata adalah sabar dan tabah terhadap kesusahan hidup, ikhlas dan ridha atas musibah yang menimpa keluarga, pekerja keras, takut kepada Allah, jujur dan sangat menjaga kehormatan dan hak-hak suami baik ketika adanya maupun ketika tiadanya. Tidak pernah kita mendengar istri-istri para sahabat dan tabi'in selingkuh apalagi membunuh suami.

Coba bandingkan dengan istri-istri sekarang. Jika abang pulang tidak bawa uang, pasti loyang akan melayang dan piring-piring berterbangan. Suami jangan berharap pulang akan disambut dengan wajah bidadari yang penuh senyuman. Justru yang menyambut adalah wajah "Mak Lampir" yang penuh auman. Setelah itu berlanjut menuju meja makan, suami jangan berharap telah tersuguhkan berbagai macam hidangan, justru yang tersisa hanya kerak dan tulang. Istri-istri sekarang sudah terlalu kurang ajar, maunya hanya ketika senang, ketika susah suami ditendang. Untung hak cerai ada di tangan suami. Kalau di tangan istri, pasti di sana-sini sudah banyak janda-janda tua yang berserakan.

Sudah banyak saya mendengar kabar, istri-istri yang membunuh dan membakar suami hanya karena suami tidak mau memberi uang. Bahkan sudah ada istri yang berani melakukan mutilasi (memotong-motong tubuh menjadi beberapa bagian) terhadap suaminya. Begitu pula istri yang menusuk suami dari belakang kayaknya sudah tidak terbilang.

Banyak sudah istri-istri yang membunuh anaknya hanya karena takut suami tidak mampu membiayai. Istri yang menanam anaknya dalam septic-tank, ibu yang membakar anaknya, ibu yang mencekik anaknya dan sebagainya…pokoknya sudah terlalu sering saya dengar baik di televisi maupun di surat kabar.

Saya juga pernah menemukan beberapa istri yang sering memaki suami seperti mengatakan; suami tidak bisa diharap, suami tak tau diuntung, suami hanya bisa buat anak tapi ngga bisa ngurus anak dan sebagainya. Kalimat-kalimat ini sering saya jumpai. Alangkah malangnya nasib kaum suami di zaman bluetooth ini . Sungguh sangat berdosa besar istri yang menghardik suaminya. Dan Nabi Muhammad Saw ketika pulang dari Isra' Mi'raj bersabda:

"Aku melihat neraka maka tidak pernah aku melihat pemandangan seperti itu sama sekali. Aku melihat kebanyakan penduduknya adalah wanita." Shahabat bertanya, ”Mengapa demikian wahai Rasulullah?“ Beliau saw menjawab, “Karena kekufuran mereka.” Kemuian ditanya lagi, “Apakah mereka kufur kepada Allah?” Beliau menjawab, “Mereka kufur kepada suami-suami mereka, kufur tehadap kebaikan-kebaikan suami-suami mereka. Kalau engkau (wahai para suami) berbuat baik kepada salah seorang diantara mereka (istri kalian) selama waktu yang panjang kemudian dia melihat sesuatu pada dirimu (yang tidak dia sukai) niscaya dia akan berkata, "Aku tidak pernah melihat sedikitpun kebaikan pada dirimu.” (HR. Bukhari dari Ibnu Abbas ra)

Inilah akibat angin yang dihembuskan oleh aktivis gender dan Barat yang sering menyuruh kaum istri menuntut persamaan dan melakukan dominasi atas kaum suami. Padahal Allah sudah bilang: و ليس الذكر كالأنثي (ال عمران: 36) "…dan laki-laki itu tidak sama dengan perempuan".

Kaum aktivis gender menyuruh kaum wanita abad modern ini untuk melomba suaminya dalam segala hal. Akhirnya mereka sekarang melomba suaminya untuk menjadi pemimpin dalam rumah tangga sehingga memiliki pendapatan yang lebih atau sama besar dengan suaminya dan ikut membiayai nafkah keluarga. Ini membuat kaum istri tidak lagi tahu harus memposisikan diri sebagai apa, apakah sebagai pelayan (khadim) ataukah sebagai raja.

Perilaku menyimpang ini sangat jauh berbeda dengan dua ratus tahun yang lalu dimana dahulu istri-istri kaum muslimin sangat patuh dan tunduk kepada suami serta khusyu' mengurus anak-anak dan kebutuhan suami. Istri-istri sekarang hanya baru merasa punya penghasilan sedikit sudah menyuruh suami untuk menjadi pelayan. Na'udzubillah min dzalik.

Dulu memang para istri kaum muslimin hidupnya lebih banyak di dalam rumah dan kerjanya hanya sekitar dapur, sumur dan kasur. Tetapi melahirkan generasi yang sholeh, patuh, kuat dan pejuang. Sekarang para istri sudah tidak mau lagi menimba air dan meniup kayu. Lihatlah anak-anaknya, hanya sebuah generasi obesitas yang lemah, malas, tak berkepribadian dan tidak tegas..

Dahulu kaum istri sangat takut mengganggu suaminya yang sedang beribadah. Bahkan merelakan jatah-jatah malamnya tidak disentuh oleh suami karena melihat suami sedang khusyu' sujud kepada Allah di tengah malam. Adapun sekarang wahai kaum suami, jangan macam-macam dengan istri anda, jika terlalu khusyu' dan lama beribadah, bisa-bisa dari belakang akan dilempar sandal.

Coba kita sedikit mundur ke zaman salaf dimana istri-istri kaum muslimin sering ditinggal oleh suaminya empat bulan, lima bulan bahkan hingga lebih 6 bulan karena berbagai kewajiban dakwah dan jihad. Mereka tidak pernah menuntut sama sekali bahwa suami harus senantiasa tinggal mengeloni istri di dalam rumah.

Lihat betapa indah akhlaq kaum istri di masa salaf (sahabat, tabi'in dan tabi' tabi'in). Walaupun ditinggal berbulan-bulan, tidak ada yang berani selingkuh dengan laki-laki lain. Adapun di abad 20 Masehi ini, istri-istri banyak yang selingkuh. Bukan hanya ketika suami tidak ada, tetapi juga ketika suami ada., baik di kantor, tempat-tempat shooting, pabrik ataupun tempat-tempat kerja lembur lainnya. Inilah akibat jika istri terlalu sering keluar rumah. Bekerja sebagai buruh-buruh pabrik, pelayan-pelayan toko dan restoran, hemat saya bukan pekerjaan yang sesuai dengan fitrah wanita.

Dulu para istri salaf selalu mengantarkan suaminya hingga ke depan rumah ketika hendak mencari nafkah dan berkata, "Wahai suamiku bertakwalah kamu kepada Allah, janganlah engkau memakan yang haram! Sesungguhnya kami mampu bersabar atas kelaparan dunia tapi kami tak mampu bersabar atas panasnya api neraka." (Baca Qishash At-Tabi'iyat karya Doktor Mustafa Murad)

Adapun sekarang justru kaum istri yang menyuruh suaminya melakukan perbuatan haram, melakukan korupsi, memakan harta riba dan memakan harta orang lain dengan cara yang batil karena melihat tetangga mempunyai harta yang lebih dan mewah sehingga menginginkan hal yang sama pula dan jika gelang emas belum mencapai satu kilo di pergelangan tangan maka hati tidak tenang ( persis seperti toko emas berjalan).

Kaum istri di masa salaf juga melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah yang dilakukan istri-istri sekarang. Mereka membersihkan rumah, memasak, mencuci, menjaga anak-anak dan bahkan konon lebih banyak lagi sebab mereka harus memberi makan hewan ternak, menyirami dan menanam tanaman. Tidak hanya itu, mereka juga menghapalkan Alquran kepada anak-anak dan pergi ke majelis ilmu (untuk mencari ilmu mengurus suami) tetapi tidak pernah kita mendengar sahabiyat dan tabi'iyat itu mengeluh, menangis dan meminta cerai kepada suami di tengah-tengah kelelahan yang jauh lebih berat daripada kelelahan ringan yang dirasakan istri-istri sekarang..

Istri-istri abad millennium ini yang katanya abad kemajuan bagi kaum wanita, justru wanita dalam kondisi yang sangat tertinggal baik secara spiritual maupun secara emosional dibandingkan dengan istri-istri zaman penjajahan Belanda dahulu. Sekarang kita lihat istri-istri berbondong-bondong meminta cerai dari suaminya. Ada masalah atau kesusahan sedikit mereka mengeluh, merajuk dan akhirnya meminta cerai.

Padahal istri-istri sekarang tahunya hanya nonton sinetron, nonton gosip "ngrumpi" di Mall, nonton film serta pergi ke salon. Tidak ada lagi pekerjaan yang berat sebagaimana yang dirasakan oleh kaum istri zaman dahulu. Sekarang semuanya serba mudah dan instant. Mencuci pakaian sudah ada mesin cuci, menimba air sudah ada Sanyo, menghidupkan kompor tinggal putar, menyapu rumah tinggal colok, menghaluskan bumbu tinggal blender dan memijat suami tinggal hidupkan mesin. Hidup mereka sekarang sudah serba enak. Kewajiban mereka terkurangi namun menuntut hak kepada suami kok semakin besar ya?!

Logis memang sabda Rasulullah Saw, memang sudah sepatutnya perempuan itu menyembah suami karena ternyata dalam banyak hal, suami telah memberikan toleransi, kemudahan dan kasih sayang yang lebih banyak daripada istri yang lebih egois dan suka memberatkan dan menyalahkan suami.

“Jika aku boleh memerintahkan seseorang untuk menyembah yang lain, niscaya aku akan memerintahkan istri untuk menyembah suaminya.” (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim)

Kalaulah kita lihat di kehidupan sekarang ini. Sudah sangat jarang kehidupan istri-istri kaum muslimin mencontoh kehidupan istri-istri salaf di atas. Kebanyakan istri-istri kita lebih memilih untuk dibilang hidup modern daripada hidup dengan kehidupan salaf.

Istri-istri kaum muslimin sekarang banyak yang tidak memakai hijab, menampakkan auratnya kepada orang lain, mengumpat keburukan-keburukan sesama dalam majelis-majelis arisan atau ketika mangkal di rumah jiran serta merendahkan istri-istri orang-orang shaleh yang senantiasa memakai hijab dan melindungi diri dari lingkungan masyarakat yang rusak spiritualnya.

Akhirnya saya melihat kehidupan salaf itu rasa-rasanya begitu dekat dengan kehidupan sebahagian kecil istri-istri sekarang yang lebih memilih untuk "berdiam diri" di rumah, kalau keluarpun seluruh auratnya tertutup rapih. Jika suaminya keluar, mereka tidak berani keluar rumah. Mereka tidak banyak tuntutan sehingga saya sering melihat suami-suami mereka tenang…menjalankan ibadah dan dakwah walaupun harus keluar jauh hingga berbulan-bulan. Subhanallah…sungguh seperti inilah dulu kehidupan salaf itu. Tragis…! Sekarang, golongan minoritas itu disebut "teroris". Sungguh salah alamat.
(Muhammad Haris F. Lubis, Mahasiswa Al-Azhar Kairo)

10 wasiat Rasulullah................


Ada 10 wasiat Rasulullah kepada putrinya Fathimah binti Rasulillah. Sepuluh wasiat yang beliau sampaikan merupakan mutiara yang termahal nilainya bila kemudian dimiliki oleh setiap istri sholehah. Wasiat tsb adalah:

Ya Fathimah, kepada wanita yang membuat tepung untuk suami dan anak-anaknya, Allah pasti akan menetapkan kebaikan baginya dari setiap biji gandum, melebur kejelekan, dan meningkatkan derajat wanita itu.
Ya Fathimah, kepada wanita yang berkeringat ketika menumbuk tepung untuk suami dan anak-anaknya, niscaya Allah menjadikan dirinya dengan neraka tujuh tabir pemisah.
Ya Fathimah, tiadalah seorang yang meminyaki rambut anak-anaknya lalu menyisirnya dan mencuci pakaiannya, melainkan Allah akan menetapkan pahala baginya seperti pahala memberi makan seribu orang yang kelaparan dan memberi pakaian seribu orang yang telanjang.
Ya Fathimah, tiadalah wanita yang menahan kebutuhan tetangganya, melainkan Allah akan menahannya dari minum telaga kautsar pada hari kiamat nanti.
Ya Fathimah, yang lebih utama dari seluruh keutamaan di atas adalah keridhoaan suami terhadap istri. Andaikata suamimu tidak ridho kepadamu, maka aku tidak akan mendoakanmu. Ketahuilah wahai Fathimah, kemarahan suami adalah kemurkaan Allah.
Ya Fathimah, apabila wanita mengandung, maka malaikat memohonkan ampunan baginya, dan Allah menetapkan baginya setiap hari seribu kebaikan serta melebur seribu kejelekan. Ketika wanita merasa sakit akan melahirkan, Allah menetapkan pahala baginya sama dengan pahala para pejuang di jalan Allah. Jika dia melahirkan kandungannya, maka bersihlah dosa-dosanya seperti ketika dia dilahirkan dari kandungan ibunya. Bila meninggal ketika melahirkan, maka dia tidak akan membawa dosa sedikitpun. Didalam kubur akan mendapat pertamanan indah yang merupakan bagian dari taman sorga. Dan Allah memberikan pahala kepadanya sama dengan pahala seribu orang yang melaksanakan ibadah haji dan umrah, dan seribu malaikat memohonkan ampunan baginya hingga hari kiamat.
Ya Fathimah, tiadalah wanita yang melayani suami selama sehari semalam dengan rasa senang serta ikhlas, melainkan Allah mengampuni dosa-dosanya serta memakaikan pakaian padanya di hari kiamat berupa pakaian yang serba hijau, dan menetapkan baginya setiap rambut pada tubuhnya seribu kebaikan. Dan Allah memberikan kepadanya pahala seratus kali beribadah haji dan umrah.
Ya Fathimah, tiadalah wanita yang tersenyum di hadapan suami, melainkan Allah memandangnya dengan pandangan penuh kasih.
Ya Fathimah, tiadalah wanita yang membentangkan alas tidur untuk suami dengan rasa senang hati, melainkan para malaikat yang memanggil dari langit menyeru wanita itu agar menyaksikan pahala amalnya, dan Allah mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan yang akan datang.
Ya Fathimah, tiadalah wanita yang meminyaki kepala suami dan menyisirnya, meminyaki jenggot dan memotong kumisnya, serta memotong kukunya, melainkan Allah memberi minuman arak yang dikemas indah kepadanya yang didatangkan dari sungai2 sorga. Allah mempermudah sakaratul-maut baginya, serta kuburnya menjadi bagian dari taman sorga. Dan Allah menetapkan baginya bebas dari siksa neraka serta dapat melintasi shirathal-mustaqim dengan selamat.
Begitu indah menjadi wanita, dengan kelembutan dan kasihnya dapat merubah dunia
Jadilah diri-dirimu menjadi wanita sholehah, agar negeri menjadi indah, karena dirimu adalah tiang negeri ini

Jumat, 11 September 2009

Air Putih Untuk Buka Puasa...........


Ketika waktu berbuka, kebanyakan dari kita—jujur saja—lebih tertarik pada air minum yang dingin, berwarna, seperti air jeruk, sirup, kola, dan sebagainya. Padahal, di atas semua itu, air putihlah yang utama. Kenapa?

Air dalam tubuh diantaranya berfungsi menjaga kesegaran, membantu pencernaan dan mengeluarkan racun. Namun, tahukah Anda, ternyata banyak manfaat yang direguk dari air putih, selain nikmatnya kesegaran, apalagi setelah seharian berpuasa.

Banyak orang yang tidak mengetahui khasiat air selain untuk menghilangkan dahaga saja. Air dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit dengan cara yang mudah dan murah. Berikut beberapa manfaat air putih yang mungkin dapat kita jadikan acuan saat akan mengkonsumsi minuman di luar dari air putih.

1. Memperlancar Sistem Pencernaan

Mengkonsumsi air dalam jumlah cukup setiap hari akan memperlancar sistem pencernaan sehingga kita akan terhindari dari masalah-masalah pencernaan seperti maag ataupun sembelit. Pembakaran kalori juga akan berjalan efisien.

2. Air Putih Membantu Memperlambat Tumbuhnya Zat-Zat Penyebab Kanker, plus mencegah penyakit batu ginjal dan hati.

Minum air putih akan membuat tubuh lebih berenergi.

3. Perawatan Kecantikan Bila kurang minum air putih, tubuh akan menyerap kandungan air dalam kulit sehingga kulit menjadi kering dan berkerut. Selain itu, air putih dapat melindungi kulit dari luar, sekaligus melembabkan dan menyehatkan kulit. Untuk menjaga kecantikan pun, kebersihan tubuh pun harus benar-benar diperhatikan, ditambah lagi minum air putih 8 – 10 gelas sehari.

4. Menyehatkan Jantung

Air juga diyakini dapat ikut menyembuhkan penyakit jantung, rematik, kerusakan kulit, penyakit saluran papas, usus, dan penyakit kewanitaan. Bahkan saat ini cukup banyak pengobatan altenatif yang memanfaatkan kemanjuran air putih.

5. Melangsingkan Badan

Air putih juga bersifat menghilangkan kotoran-kotoran dalam tubuh yang akan lebih cepat keluar lewat urine. Bagi yang ingin menguruskan badan pun, minum air hangat sebelum makan (sehingga merasa agak kenyang) merupakan satu cara untuk mengurangi jumlah makanan yang masuk. Apalagi air tidak mengandung kalori, gula, ataupun lemak. Namun yang terbaik adalah minum air putih pada suhu sedang, tidak terlalu panas, dan tidak terlalu dingin. Mau kurus?, minum air putih saja.

6. Tubuh Lebih Bugar

Khasiat air tak hanya untuk membersihkan tubuh saja tapi juga sebagai zat yang sangat diperlukan tubuh. Kita mungkin lebih dapat bertahan kekurangan makan beberapa hari ketimbang kurang air. Sebab, air merupakan bagian terbesar dalam komposisi tubuh manusia.

7. Penyeimbang tubuh .

Jumlah air yang menurun dalam tubuh, fungsi organ-organ tubuh juga akan menurun dan lebih mudah terganggu oleh bakteri, virus. Namun, tubuh manusia mempunyai mekanisme dalam mempertahankan keseimbangan asupan air yang masuk dan yang dikeluarkan. Rasa haus pada setiap orang merupakan mekanisme normal dalam mempertahankan asupan air dalam tubuh. Air yang dibutuhkan tubuh kira-kira 2-2,5 l (8 – 10 gelas) per hari. Jumlah kebutuhan air ini sudah termasuk asupan air dari makanan (seperti dari kuah sup, soto), minuman seperti susu, teh, kopi, sirup. Selain itu, asupan air juga diperoleh dari hasil metabolisme makanan yang dikonsumsi dan metabolisme jaringan di dalam tubuh. Jadi ketika malam hari, pastikan cukup air putih masuk ke dalam tubuh.

Air juga dikeluarkan tubuh melalui air seni dan keringat. Jumlah air yang dikeluarkan tubuh melalui air seni sekitar 1 liter per hari. Kalau jumlah tinja yang dikeluarkan pada orang sehat sekitar 50 – 400 g/hari, kandungan aimya sekitar 60 – 90 % bobot tinja atau sekitar 50 – 60 ml air sehari.

Sedangkan, air yang terbuang melalui keringat dan saluran napas dalam sehari maksimum 1 liter, tergantung suhu udara sekitar. Belum lagi faktor pengeluaran air melalui pernapasan. Seseorang yang mengalami demam, kandungan air dalam napasnya akan meningkat. Sebaliknya, jumlah air yang dihirup melalui napas berkurang akibat rendahnya kelembapan udara di sekitarnya.

Tubuh akan menurun kondisinya bila kadar air menurun dan kita tidak segera memenuhi kebutuhan air tubuh tersebut. Kardiolog dari AS, Dr James M. Rippe memberi saran untuk minum air paling sedikit seliter lebih banyak dari apa yang dibutuhkan rasa haus kita. Pasalnya, kehilangan 4% cairan saja akan mengakibatkan penurunan kinerja kita sebanyak 22 %! Bisa dimengerti bila kehilangan 7%, kita akan mulai merasa lemah dan lesu.

Asal tahu saja, aktivitas makin banyak maka makin banyak pula air yang terkuras dari tubuh. Untuk itu, pakar kesehatan mengingatkan agar jangan hanya minum bila terasa haus Kebiasaan banyak minum, apakah sedang haus atau tidak, merupakan kebiasaan sehat!

Jika berada di ruang ber-AC, dianjurkan untuk minum lebih banyak karena udara yang dingin dan tubuh cepat mengalami dehidrasi. Banyak minum juga akan membantu kulit tidak cepat kering. Di ruang yang suhunya tidak tetap pun dianjurkan untuk membiasakan minum meski tidak terasa haus untuk menyeimbangkan suhu. (sa/berbagaisumber)

Kamis, 03 September 2009

HIMPUNAN KEBIASAAN KECIL


Di tanah Tiongkok pada jaman dahulu kala, hidup seorang panglima perang yang sangat terkenal karena memiliki keahlian memanah yang tiada tandingannya.
Suatu hari sang panglima ingin memperlihatkan keahliannya memanah kepada rakyat banyak. Lalu diperintahkan kepada prajurit bawahannya agar menyiapkan papan sasaran serta 100 buah anak panah di sebuah lapangan luas. Rakyat pun berkumpul penuh rasa ingin tahu menyaksikan peristiwa langka ini.
Setelah semua siap dan perangkat memanah sudah ditangannya, sang panglima pun memasuki lapangan dengan percaya diri yang tinggi. Sesaat kemudian sang panglima mulai menarik busur dan melepaskan satu persatu anak panah itu kesasaran. Shut… shut… shut… anak-anak panah pun melesat dari busur dan tertancap tepat disasarannya. Rakyat pun bersorak sorai dan bersuit-suit menyaksikan kehebatan sang panglima dalam memanah.
Dalam waktu singkat, 100 kali anah panah dilepaskan, 100 anak panah tepat mengenai sasaran. Dengan wajah berseri-seri dan penuh kebanggaan sang panglima berucap, “Rakyatku! Lihatlah panglimamu. Keahlian memanahku adalah karunia dewata yang tiada tandingannya di seantero negeri ini. Bagaimana pendapat kalian?” Semua penonton berteriak memuji, “Hebat…! Hebat…! Hebat…!”
Namun disela-sela teriakan pujian tersebut, tiba-tiba menyeruak seorang penjual minyak yang sudah tua. Ia menyeletuk keras, “Panglima memang hebat! Tetapi, kepandaian panglima itu bukanlah karunia yang turun dari langin, melainkan hanya hasil dari kebiasaan kecil yang dilatih terus menerus!”
Sontak panglima dan penonton yang tadi meneriakkan puji-pujian memandang dengan tercengang ke arah penjual minyak tadi. Mereka bertanya-tanya, apa maksud perkataan orang tua tersebut.
Penjual minyak pun sadar, perkataannya barusan mendapat reaksi kurang bersahabat. “Tunggu sebentar…” ujarnya, sambil tiba-tiba beranjak dari tempatnya, lalu mengambil sebuah uang koin kuno yang berlubang di tengahnya. Koin tersebut diletakkan di atas mulut botol minyak yang kosong. Lalu dengan penuh keyakinan, ia mengambil gayung berisi minyak dan menuangkannya ke atas koin. Tak berapa lama botol guci pun penuh terisi. Hebatnya, tak ada setespun minyak yang mengenai permukaan koin tersebut! Semuanya lolos melewati lubang kecil yang diameternya tidak lebih dari 1/4 cm.
Panglima perang dan rakyat penonton tercengang, lalu mendadak bersorak-sorai menyaksikan demontrasi keahlian tersebut. “Hebat… hebat luar biasa!” teriak mereka.
Dengan penuh kerendahan hati, siorang tua penjual minyak itu membungkukan badan memberi hormat kepada sang panglima, sambil mengucapkan kalimat bijaknya. “Kebiasaan yang diulang terus-menerus, akan melahirkan keahlian”.

Habit is Power. Artinya, semakin sering kita melakukan sesuatu hal, maka penguasaan dan keterampilan kita atas hal tersebut pasti akan semakin bagus pula. Apalagi jika kita menjadikannya sebagai kebiasaan, dan dalam menjalankannya ada usaha-usaha untuk meningkatkan kualitas kemampuan, maka keahlian kita pasti meninggkat pula. Alhasil, sesuatu yang semula tidak biasa kita lakukan, sesuatu yang tampak begitu sulit, akhirnya menjadi mudah bahkan bisa berjalan secara otomatis. Orang lain yang tidak biasa melakukannya akan menganggap keahlian yang diperoleh dari kebiasaan tersebut sebagai sesuatu yang istimewa.

Selasa, 01 September 2009

Sombong VS Percaya Diri


Orang yang percaya diri biasanya mudah bergaul dengan orang lain. Sedangkan orang sombong biasanya malas didekati oleh siapapun. Pasalnya banyak orang yang bingung sebenarnya posisinya ada dimana. Berikut perbedaan antara orang sombong dan orang percaya diri:

Orang sombong menganggap dirinya lebih tinggi dari orang lain. Sedangkan orang percaya diri percaya bahwa dirinya memiliki keunikan dan talenta sebagaimana yang dianugerahkan berbeda kepada setiap orang.
Orang sombong seolah selalu tahu apa yang paling baik untuk orang lain. Sedangkan orang yang percaya diri selalu terbuka tentang pendapatnya terhadap orang lain.
Orang sombong biasanya tajam terhadap orang yang ia lihat sebagai saingan. Orang percaya diri sudah lahir dengan kemampuan untuk bersaing.
Orang sombong sulit dan bahkan tidak pernah mengakui kesalahan mereka. Orang percaya diri tidak takut untuk mengaku bahwa ia melakukan kesalahan.
Orang sombong biasanya suka jika orang lain melakukan kesalahan sedang mereka yang percaya diri suka membantu orang menghadapi kesalahan yang mereka buat.
Orang sombong biasanya sangat peduli dengan pendapat orang lain terhadap dirinya. Sedangkan orang percaya diri tidak terlalu peduli dengan pendapat orang lain terhadap dirinya.
Orang sombong biasanya suka membanggakan dirinya, sedangkan mereka yang percaya diri cenderung diam.
Sombongkah atau percaya dirikah Anda?.........