Selasa, 24 November 2009

MEMBUKA PINTU SORGA


Tidak seperti biasanya, hari itu Ali bin Abi Thalib pulang lebih sore menjelang asar. Fatimah binti Rasulullah menyabut kedatangan suaminya yang sehari suntuk mencari rezeki dengan sukacita. Siapa tahu Ali membawa uang lebih banyak karena kebutuhan di rumah makin besar.

Sesudah melepas lelah, Ali berkata kepada Fatimah. "Maaf sayangku, kali ini aku tidak membawa uang sepeserpun."Fatimah menyahut sambil tersenyum, "Memang yang mengatur rezeki tidak duduk di pasar, bukan? Yang memiliki kuasa itu adalah Allah Ta'ala."

"Terima kasih," jawab Ali.
Matanya memberat lantaran istrinya begitu tawakal. Padahal persediaan dapur sudah ludes sama sekali. Toh Fatimah tidak menunjukan sikap kecewa atau sedih.Ali lalu berangkat ke masjid untuk menjalankan salat berjama'ah.
Sepulang dari sembahyang, di jalan ia dihentikan oleh seorang tua. "Maaf anak muda, betulkah engkau Ali anaknya Abu Thalib?"
Áli menjawab heran. "Ya betul. Ada apa, Tuan?''

Orang tua itu merogoh kantungnya seraya menjawab, "Dahulu ayahmu pernah kusuruh menyamak kulit. Aku belum sempat membayar ongkosnya, ayahmu sudah meninggal. Jadi, terimalah uang ini, sebab engkaulah ahli warisnya."Dengan gembira Ali mengambil haknya dari orang itu sebanyak 30 dinar.Tentu saja Fatimah sangat gembira memperoleh rezeki yang tidak di sangka-sangka ketika Ali menceritakan kejadian itu. Dan ia menyuruh membelanjakannya semua agar tidak pusing-pusing lagi merisaukan keperluan sehari-hari.Ali pun bergegas berangkat ke pasar.

Sebelum masuk ke dalam pasar, ia melihat seorang fakir menadahkan tangan, "Siapakah yang mau menghutangkan hartanya untuk Allah, bersedekahlah kepada saya, seorang musafir yang kehabisan bekal di perjalanan."

Tanpa pikir panjang lebar, Ali memberikan seluruh uangnya kepada orang itu.Pada waktu ia pulang dan Fatimah keheranan melihat suaminya tidak membawa apa-apa, Ali menerangkan peristiwa yang baru saja dialaminya.Fatimah, masih dalam senyum, berkata, "Keputusan kanda adalah yang juga akan saya lakukan seandainya saya yang mengalaminya. Lebih baik kita menghutangkan harta kepada Allah daripada bersifat bakhil yang di murkai-Nya, dan menutup pintu surga buat kita."

Senin, 02 November 2009

CICAK VS BUAYA


Berikut transkrip rekaman tersebut seperti dimuat di Kompas edisi cetak, Selasa (27/10).

Wisnu ke Anggodo (23 Juli 2009:12.15)

"Bagaimana perkembangannya."
"Ya, masih tetap nambahin BAP, ini saya masih di Mabes."
"Pokoknya berkasnya ini kelihatannya dimasukkan ke tempatnya R (nama salah satu pucuk pimpinan kejaksaan), minggu ini, terus bali ke sini, terus action,"

Anggoro ke Anggodo (24 Juli 2009:12.25)

"Yo pokoke saiki berita acarane dikompliti."
"Wis gandeng karo Ritonga kok de'e."
"Janji ambek Ritonga, final gelar iku sama kejaksaan lagi, trakhir Senen."
"...Sambil ngenteni surate RI-1 thok nek?"
"Lha kon takok'o Truno, tho."
"Yo mengko bengi, ngko bengi dek'e."


Anggodo ke Wisnu (30 Juli 2009:19.13)
"Pak tadi jadi ketemu?"
"Udah, akhirnya Kosasih yang tau persis teknis di sana. Suruh dikompromikan di sana, Kosasih juga sudah ketemu Pak Susno, dia juga ketemu Pak Susno lagi si Edi.Yang penting kalo dia tidak mengaku susah kita."
"Yang saya penting, dia menyatakan waktu itu supaya membayar Chandra atas perintah Antasari."
"Nah itu."
"Bukan Pak, dia memerintahkan nyerahken ke Chandra yang Bapak juga tahu kan karena kalo ga ada yang memerintah Chandra Pak, enggak nyambung uang itu Iho."
"Memang keseluruhan tetap keterangan itu, kalau Edi nggak ngaku ya biarin, yang penting Ari sama Anggodo kan cerita itu."
"Kan saksinya kurang satu."
"Saksinya akan sudah 2, Ari sama Anggodo."
"Saya bukan saksi, saya kan penyandang dana kan."
"Kenapa dana itu dikeluarkan karena saya disuruh si Edi kan, sama saja kan, ha-ha-ha...."
"Suruh dia ngakulah Pak, kalau temanan kayak gini, ya percuma punya teman."