Minggu, 07 Februari 2010

Karena Setiap Kita Adalah Mutiara ................

Mutiara. Awalnya ia bukan apa-apa. Hanya butiran pasir dan debu kotor yang tak ada harganya. Waktu yang kemudian membentuknya: detik demi detik, di kedalaman samudera, dalam kegelapan cangkang makhluk-Nya. Dengan proses yang demikian panjang dan pelan, penuh kesabaran. Pun kemudian, keindahannya juga tak dapat segera dinikmati begitu saja. Karena ia harus dijemput di kedalaman lautan, dikeluarkan dari rumahnya yang kokoh dan dibersihkan, disepuh dan diolah hingga menjadi perhiasan istimewa. Sungguh sebuah proses yang panjang dan melelahkan, bahkan bukan tidak mungkin terhenti di tengah jalan.
***
Mungkin engkau pernah merasa dirimu bukanlah apa-apa saat ini. Bahkan bisa jadi lebih dari itu, engkau membenci dirimu sendiri, sebagai manusia tak berguna, makhluk sia-sia. Begitu banyak kekurangan, begitu banyak kesalahan dan keburukan. Apalagi ketika kau melihat orang lain yang nampak begitu sempurna dan memiliki begitu banyak kelebihan, rasanya engkau makin ingin tenggelam. Mengapa orang lain memiliki begitu banyak kelebihan sedang aku tak memiliki apa-apa kecuali kekurangan? Mengapa aku buruk sedang orang lain cakep? Mengapa orang lain berhasil dan aku selalu gagal? Mengapa orang lain kaya dan aku miskin? Serta beribu 'mengapa' lainnya yang akan membuat kita kecewa dan terluka, serta terpaku pada kekurangan-kekurangan yang kita miliki.

Padahal, saya percaya, setiap kita tahu dan yakin, bahwa Allah tidak mungkin menciptakan makhlukNya hanya dengan kekurangan saja atau kelebihan saja. Hanya dengan madharat saja tanpa manfaat atau sebaliknya. Pun kita manusia, pastilah memiliki keduanya dalam porsi yang imbang. Dia yang maha kuasa membekali manusia dengan segala kelebihan, menjadikan setiap insan memiliki keistimewaan. Hanya saja proses hidup yang kita alami mungkin telah membuatnya hanya menjadi potensi terpendam, tak muncul ke permukaan, bahkan mungkin ia, sekalipun ia pernah muncul di masa kecil kita, kemudian terkubur oleh segala tekanan dan rintangan.

Padahal, ibarat mutiara, kita tak dapat menjadi berharga begitu saja. Kita butuh waktu untuk membentuknya. Kita butuh proses panjang untuk mendapatkan keindahannya. Dan proses ini, butuh ketelatenan dan kesabaran.

Ya, sesungguhnya setiap kita adalah mutiara yang memiliki pancaran keindahan kita masing-masing, seperti apapun adanya kita pada awalnya. Kita hanya harus menyepuhnya untuk membuatnya menjadi berharga. Dan proses menyepuh ini, banyak cara dan jalannya.

Rintangan, hambatan, pengalaman, pembelajaran, baik oleh diri sendiri maupun oleh orang lain, tidak akan menjadi masalah. Karena pada dasarnya kita adalah mutiara. Kita hanya harus berusaha semaksimal kita, membuka mata, buka telinga dan buka hati.

Hanya satu awal yang perlu kita lakukan: itikad dan keyakinan untuk menjadi mutiara. Sungguh saya ingin menjadi mutiara, melalui berbagi dan berbakti pada sesama. Engkau? Menjadi mutiara seperti apa yang engkau inginkan?

Kamis, 04 Februari 2010

Jangan Remehkan Perbuatan Baik yang Kecil

Seorang teman yang sangat menyukai musik pernah berkata, bahwa musik bisa membuat perasaan menjadi halus dan peka. Saya percaya dengan apa yang dikatakannya,karena saya melihat muka ramah dan ceria yang dimiliki Pianis Richard Clayderman atau Saxophonis Kenny G. Di foto-foto mereka kesan ramah dan bersahaja selalu melekat pada wajah mereka.

Tapi pandangan saya terhadap perkataan teman berubah setelah saya beberapa kali bertemu dengan guru piano murid saya. Kesan tidak ramah sudah saya rasakan pada saat pertemuan pertama, tapi berhubung saat itu sang guru piano sedang kewalahan menaklukan murid saya yang susah berkonsentrasi belajar jadi saya anggap sang guru tidak mempunyai waktu untuk memberikan air muka yang menyejukkan untuk menjawab salam saya. Tetapi pertemuan selanjutnya benar-benar meruntuhkan anggapan teman saya bahwa musik bisa membuat orang menjadi halus dan peka. Halus bagi saya sudah termasuk halus budi dan akhlak tentunya.

Dalam perjalanan pulang, saya menanyakan sikap guru piano kepada Pak Jam, supir pribadi murid yang selalu mengantarkan sepertiga perjalanan pulang saya, saya tanyakan hal itu karena saya takut ketidakramahan sikap guru piano hanya tertuju pada saya seorang, teryata Pak Jam mengamini bahwa sang guru piano memang seperti itulah keadaanya, susah senyum dan arogan.

Lalu saya teringat guru organ murid saya yang lain atau senior saya yang juga sama mengajar musik, ya saya ingat mereka juga berair muka sama.

Ah, saya salah jika saya menyalahkan anggapan teman saya di atas tentang musik. Tidak semua para pemusik seperti guru piano murid saya kan? Buktinya musisi kaliber dunia yang saya sebut di atas jauh dari kesan arogan. Juga teman saya yang musisi pun memang memiliki hati yang lembut dan murah senyum.

Saya pikir mungkin sang guru piano kurang menghayati, memahami dan menyerap inti dari musik yang dia mainkan selama ini, sehingga alunan-alunan nada yang dibawakannya tidak membekas dalam hatinya.

Tentu saja penghayatan, pemahaman, penyerapan inti dan yang tidak kalah pentingnya pengamalan sesuatu tidak hanya ditujukan bagi dunia permusikan saja, tapi juga dalam segala hal. Demikian pula dengan Islam. Islam bukanlah hanya sesuatu untuk dipelajari saja tetapi lebih untuk diamalkan.

Tidak jarang ketika saya bertemu dengan sesama muslim saya tersenyum dan mengucapkan salam hanya karena saya ingin menjalankan pesan nabi bahwa senyum itu sedekah, tapi sayang sekali balasan yang saya dapatkan bukanlah ucapan salam kembali. Ketika saya jalan berpapasan ada yang malah membuang pandangan, malah ada juga yang ketika melihat saya tersenyum, orang yang bersangkutan memperlihatkan muka heran. Mungkinkah karena pakaian muslimah saya yang berbeda yang menyebabkan saudara-saudara saya bersikap seperti itu?

Dilihat dari segi penampilan, seharusnya mereka lebih mengetahui bahwa keramahan adalah bagian dari akhlak Islam. Ada beberapa hadist yang menyebutkan tentang keutamaan akhlak. Dua hadist riwayat Bukhari Muslim, "Sebaik-baiknya manusia adalah yang terbaik akhlak budi pekertinya", "Sebaik-baik kamu ialah yang terbaik akhlak budi pekertinya".

Betapa besar arti sebuah senyuman dan keramahan. Dari sebuah senyuman dan keramahan, seorang dokter bisa membantu mempercepat penyembuhan pasien, karena kondisi psikologis yang senang dan nyaman bisa mempercepat penyembuhan. Dari sebuah senyuman dan keramahan, seorang guru bisa membangkitkan semangat murid untuk belajar, karena dalam suasana hati yang senang biasanya otak seseorang bisa bekerja sehingga murid bisa belajar dengan relax tanpa adanya tekanan. Intinya, sebuah senyuman memberikan sejuta manfaat bagi orang yang menerimanya. Inilah makna dari hadist nabi "Jangan meremehkan perbuatan kebaikan sesuatupun, walau sekadar menyambut kawan dengan muka yang manis."

Kalau hanya dengan musik saja orang bisa bersikap lembut dan murah senyum, masa kita sebagai seorang muslim/muslimah tidak bisa membuat sikap akhlak yang kecil ini menjadi bagian dari hidup kita sehari-hari?