Sabtu, 29 Mei 2010

Para Calon pemimpin VS Diri Sendiri.......

Saya tertegun ketika menonton TV, membaca koran dan internet  berita tentang  kisruh pilkada di tingkat kabupaten, kota dan propinsi maupun pemilihan kepala desa & ormas lainya yang berakhir ricuh dan rusuh, saya pun bertanya ada apa dengan bangsa kita saat ini ? apakah ini sebuah masa transisi demokrasi menuju demokrasi sempurna atau kita telah kehilangan arah demokrasi itu sendiri dan terperangkap dalam sebuah ruang hitam yang pekat dengan nafsu kemenangan.........
akibatnya konflik horisontal dan vertikalpun terjadi dimana-2 tak dihiraukan.....
karena calon pemimpin telah buta tentang kemenangan itu sendiri..................
Harusnya para calon pemimpin kita memiliki mental yang kuat dan mampu memahami tentang kemenangan itu sendiri....
Harusnya para calon pemimpin kita benar-benar memahami bahwa kemenangan sejati bukanlah kemenagan atas orang lain, namun kemenangan atas diri sendiri.
Harusnya para colon pemimpin paham bahwa berlomba di jalur keberhasilan diri hanyalah sekedar pertandingan untuk mengalahkan rasa ketakutan, keenganan , keangkuhan dan semua beban yang menambat diri saat kita berada di garis start.
Harusnya para calon pemimpin sadar jerih payah untuk mengalahkan orang lain sama sekali tak berguna, bahkan motivasi tak seharusnya lahir dari rasa iri, dengkih ataupun dendam.....
bukankah perenang yang berenang untuk mengalahkan perenang lain akan tertingal karena sibuk mengintip kecepatan lawan-lawanya, sementara perenang yang bertujuan untuk memecahkan recordnya sendiri cenrung akan jadi pemenang karen ia hanya bertanding dengan diri sendiri dan tak perlu bermain curang...
dan seharusnya kita ingat keinginan untuk mengalahkan orang lain adalah awal dari kekalahan diri sendiri......

Dan dibalik kejadian tersebut saya menyimpulkan bahwa sebenarnya mereka tidak sangup untuk melawan diri sendiri ....sunguh menyedihkan para calon pemimpin kita.......

kendari . 30 Mei 2010

Selasa, 25 Mei 2010

Don't Worry, Be Ready .....

Saya ini mungkin termasuk ke dalam kelompok orang-orang yang sering atau bahkan selalu merasa khawatir dan takut dengan masa depan yang sudah pasti akan menanti. Biasanya, rasa khawatir dan takut itu akan saya rasakan setelah mendapat informasi dari orang-orang di sekitar saya, terutama teman-teman sepergaulan yang lebih senior dari saya. Padahal sangat mungkin sekali apa yang mereka rasakan dan telah hadapi tidak akan sama halnya dengan apa yang akan saya rasakan dan hadapi kelak.

Ketika saya mulai masuk sekolah dasar, saya sering ditakut-takuti oleh teman-teman sepermainan saya yang sedikit lebih tua dari saya. Mungkin maksud mereka itu hanyalah sebuah bentuk canda tapi saya menanggapinya dengan serius kala itu. Mereka mengatakan bahwa di sekolah nanti murid-murid akan diberikan hukuman dengan berdiri di lapangan sekolah. Entah kenapa saya langsung mempercayai saja ucapan mereka tanpa meminta alasan kenapa semuanya dihukum. Ketika saya pulang ke rumah, saya menangis dan mengatakan kepada orang tua saya bahwa saya tidak mau sekolah lagi karena takut dijemur di lapangan.

Mendengar hal itu, orang tua saya, terutama ibu, mencoba merayu saya agar tetap sekolah dengan mengatakan bahwa semuanya itu tidak benar. Alhamdulillah, orang tua saya berhasil membuat saya mau bersekolah lagi. Kalau saja saya tidak berhasil dibujuk dan dirayu saat itu, entah bagaimana keadaan saya sekarang ini.

Ketika akan memasuki SMP (Tsanawiyah), teman-teman saya yang merupakan kakak kelas saya memberikan informasi bahwa di SMP itu pelajarannya lebih sulit, mendapatkan nilai merah itu sudah biasa, dan mendapatkan nilai enam di raport itu artinya sudah termasuk murid yang pintar. Saya pun membayangkan bagaimana sulitnya pelajaran di SMP sambil bertanya-tanya dalam diri apa iya pelajaran SMP sesulit itu. Ternyata, setelah menjalani masa sekolah di SMP, saya mendapatkan nilai raport tertinggi dibandingkan SD atau SMA. Dan ternyata, apa yang diucapkan teman-teman saya sebelumnya tidak berlaku kepada saya.

Pengalaman yang sama juga terjadi waktu saya akan memasuki SMA. Di akhir-akhir masa SMP, teman saya yang sudah duduk di SMU berkata kepada saya, "Di SMA nanti, kalo ngomong sama temen-temen itu udah gak pake 'loe-gue', tapi harus pake 'aku-kamu'." Dia juga menambahkan, "Di SMA yang namanya cowok colek-colek cewek itu udah biasa, enggak kaya di Tsanawiyah."

Suatu saat, di dalam sebuah angkot, saya melihat sendiri bagaimana teman saya tersebut dengan ringannya mencolek teman sekolahnya yang perempuan. Baginya mencolek merupakan sebuah tanda keakraban. Melihat kejadian tersebut, saya hanya saling berpandangan dengan teman saya yang lain yang bersekolah di madrasah Aliyah.

Di SMA, sekali saya mendapatkan kembali sebuah kenyataan bahwa apa yang dikatakan oleh teman saya tersebut tidaklah berlaku bagi saya. Dalam bergaul dengan teman-teman SMA saya tetap menggunakan 'loe-gue', tak pernah saya menggunakan 'aku-kamu'. Saya juga mendapatkan jawaban bahwa untuk akrab kepada lawan jenis tidak harus dengan cara colak-colek.

Di masa kuliah, 'DO' merupakan kata-kata yang tidak ingin didengar oleh saya dan semua teman-teman kuliah. Maka tak heran, bila saya dan sebagian teman-teman saya selalu merasa was-was dan khawatir setiap kali selesai Ujian Tengah Semester atau pun Ujian Akhir semester. Harap-harap cemas adalah yang saya rasakan kala itu, dan untuk mendapatkan nilai yang baik serta kelulusan di setiap tingkat, saya akan memperbanyak permohonan dalam doa kepada Allah AWT. Alhamdulillah, 'DO' tidak pernah bersua dengan saya.

Hm, mungkin selama ini saya telah membuat kesalahan dengan menerima masukan atau info yang malah membuat saya merasa tidak sanggup untuk melakukan sesuatu atau merasa tidak siap ketika akan menghadapi sesuatu. Akibatnya, saya selalu merasa tidak percaya diri serta khawatir terhadap sesuatu yang belum pasti ada. Semuanya ada di masa depan, bisa esok, lusa, minggu depan, bulan depan atau bahkan tahun depan. Padahal kesemuanya itu adalah sesuatu yang gahib bagi saya. Sedangkan yang pasti bagi saya adalah hari ini. Apa yang saya lakukan hari ini menjadi cerminan untuk waktu-waktu berikutnya.

Saya jadi teringat sebuah motto yang di tulis oleh adik saya di lemari atau di buku miliknya, saya sudah tidak ingat lagi. Motto dalam bahasa Inggris tersebut berbunyi "Do the best, may Allah do the rest." Mungkin yang harus saya lakukan mulai sekarang adalah melakukan apa yang bisa saya lakukan sebaik mungkin, sementara hasil akhirnya terserah kepada Sang Pemilik semesta.

Mudah-mudahan bisa.....

http://jampang.blogspot.com

Berawal Dari Mimpi....

Sahabatku…
Jika engkau mau membaca sejarah biografi tokoh-tokoh ternama. Maka engkau akan temukan bahwa apa yang telah mereka ciptakan berawal dari mimpi.

Ketika aku mencari nama orang yang bisa mengenali dan menghidupkan impiannya, saya berpikir tentang visioner dan pioner mobil Henry Ford. Dia menyatakan, “Semua rahasia hidup yang berhasil adalah menemukan apa yang ditentukan nasib pada kita, dan kemudian melakukannya.”

Orang-orang lainnya berani bermimpi dan mereka sukses. Beethoven menyadarkan dunia akan kemampuan hebatnya dalam musik ketika dia membuat sejumlah simfoni, dan ini terjadi setelah dia kehilangan pendengarannya. Charles Dickens dulunya bermimpi untuk menjadi seorang penulis dan akhirnya dia menjadi novelis yang bukunya paling banyak dibaca orang di Inggris pada zaman Victoria - meskipun dia dilahirkan di keluarga miskin.

Thomas Edison melamunkan sebuah lampu yang bisa dihidupkan dengan listrik, memulai dari tempat ia berdiri untuk mengubah impiannya menjadi tindakan. Dan walaupun dia menemui lebih dari sepuluh ribu kegagalan, dia tetap memegang teguh impiannya sampai dia menjadikannya sebuah kenyataan fisik. Pemimpi praktis pantang menyerah!

Wright bersaudara memimpikan sebuah mesin yang bisa terbang di udara. Sekarang setiap orang bisa melihat bukti di seluruh dunia bahwa impian mereka menjadi kenyataan.

Marconi memimpikan satu sistem untuk mengendalikan kekuatan ether yang tidak kelihatan. Bukti bahwa impiannya tidak sia-sia bisa ditemukan pada setiap pesawat radio dan televisi di seluruh dunia. Mungkin Anda tertarik untuk mengetahui bahwa “teman-teman” Marconi menyuruh agar dia di kurung dan di periksa di sebuah rumah sakit jiwa ketika ia mengumumkan bahwa dia telah menemukan prinsip yang bisa digunakan untuk mengirim berita melalui udara tanpa bantuan kabel atau sarana fisik komunikasi langsung lainnya.

Menurut Jhon C. Maxwell sebuah impian bisa melakukan banyak hal kepada kita:
Pertama, impian menunjukkan arah kepada kita. Ia bisa berperan sebagai kompas, memberitahu kita arah mana yang harus ditempuh. Hingga kita mengenali arah yang benar itu, kita tidak akan pernah mengetahui apakah langkah kita benar-benar merupakan kemajuan. Langkah kita mungkin membawa kita ke belakang dan bukan ke depan. Jika engkau bergerak ke sembarang arah selain menuju impianmu, engkau akan kehilangan kesempatan-kesempatan yang diperlukan untuk mencapai kesuksesan.

Kedua, impian meningkatkan kekuatan kita. Tanpa impian, kita mungkin harus berjuang keras untuk melihat kekuatan yang ada dalam diri kita karena kita tidak bisa melihat situasi di luar keadaan kita saat ini. Akan tetapi dengan impian, kita mulai memandang diri kita dalam cahaya baru, karena mempunyai kekuatan yang lebih besar dan mampu merentangkan dan berkembang untuk mencapainya. Setiap kesempatan yang kita temui, setiap sumber yang kita dapatkan, setiap talenta yang kita kembangkan, menjadi bagian kekuatan kita untuk tumbuh ke arah impian itu. Semakin besar impian, semakin besar pula kekuatannya.

Ketiga, impian membantu kita menentukan prioritas. Impian memberi kita harapan untuk masa depan, dan ia juga memberi kita kekuasaan di saat ini. Impian membuat kita memprioritaskan segala sesuatu yang kita lakukan. Seseorang yang memiliki impian mengetahui apa yang akan atau harus dikorbankannya agar bisa maju. Dia mampu mengukur segala sesuatu yang dikerjakannya apakah membantu atau menghambat impian itu, memusatkan perhatiannya pada hal-hal yang membawanya lebih dekat pada impian itu dan memberi sedikit perhatian pada hal-hal sebaliknya.

Keempat, impian menambah nilai pada pekerjaan kita. impian menempatkan segala yang kita lakukan ke dalam perspektif. Bahkan tugas-tugas yang tidak menyenangkan menambah nilai saat kita mengetahui hal itu memberi kontribusi pada pemenuhan impian. Setiap aktivitas menjadi bagian penting di dalam gambar yang lebih besar itu.

Kelima, impian meramal masa depan kita. ketika kita mempunyai impian, kita bukan hanya penonton yang duduk di belakang dan mengharapkan segala sesuatu berubah membaik. Kita harus aktif ikut serta dalam membentuk tujuan dan arti hidup kita. Angin perubahan tidak begitu saja meniup ke sini dan ke sana. Impian kita, ketika dilanjutkan, mungkin sekali merupakan peramal masa depan kita.

Sahabatku…
Ada perbedaan antara mengangankan suatu benda dan siap menerimanya. Tidak ada seorang pun siap untuk sesuatu sampai dia yakin akan memperolehnya. Keadaan pikiran harus penuh keyakinan bukan hanya berharap atau mengangankan. Keadaan pikiran yang terbuka sangat penting untuk keyakinan. Pikiran yang tertutup tidak mengilhamkan keyakinan keberanian, atau kepercayaan.

chandra


Myquran.com

Senin, 24 Mei 2010

Berbaur Tapi Jangan Lebur

Milis DT - Lahiwa Abda namanya. Biasa dipanggil Iwa. Mahasiswa tingkat tiga perguruan tinggi negeri ternama di Ibukota. Tinggal di komplek mewah kawasan Jakarta Selatan. Pergi dan pulang kuliah nyetir mobil sendiri. Lahir dan besar dari keluarga berada. Ekspresi dan penampilannya selalu rapi, bahkan terkesan "licin". Mungkin itu yang membuatnya mudah dikenal. Apalagi ia memang pandai bergaul dan agak 'royal'. Ada darah agama dalam dirinya.

Kakeknya tokoh organisasi Islam terkenal, yang kiprahnya hingga tingkat propinsi di Sumatera. Dan ayahnya, masih mewarisi sebagian darah agama itu. Sejak kecil Iwa mendapat didikan religi. Lumayan. Setidaknya, ia cukup sukses melalui bangku SMA tanpa konflik psikologis yang berarti. Lulus dengan menggembirakan, meski tidak hebat-hebat amat.

Masa-masa awal kuliah mengantarkan Iwa pada dunia baru yang lebih bebas. Syukurnya kondisi itu tak sampai menggoyahkan kepribadiannya. Namun seiring pencarian jati dirinya sebagai orang muda, Iwa mulai goyah. Tak sadar sebuah proses degradasi secara perlahan terjadi. Pelan, bahkan nyaris tak terasakan. Terlampau banyak ia berguru pada kawan-kawannya yang sangat liberal. Mulai dari pola pikir hingga soal definisi moral yang jungkir balik. Di akhir tingkat tiga kuliahnya, banyak kesalahan fatal telah ia lakukan. Itulah yang mengantarkannya kepada situasi jiwa yang sulit ia jelaskan. "Entahlah, saya pun sering bingung dengan diri saya sendiri," ucapnya dengan tatapan kosong.


**********


Gueita, mahasiswa. Susah panggilannya: Giuit. Fakultas dan jurusannya terkait dengan obat. Universitasnya swasta, bonafid dan terpandang. Di kampus, Giuit sangat aktif berda'wah. Karirnya sebagai 'pejabat' di organisasi da'wah kampus juga cemerlang. Ia memang sosok pemikir. Tapi kalau diserahi urusan teknis bisa dipastikan berantakan. Sudah beberapa kali pengalaman berbicara. Karena ia lebih cocok menjadi penyumbang gagasan, pengatur strategi, daripada sebagai pekerja lapangan.

Itulah kelebihan Giuit, juga mungkin sekaligus kelemahannya. Manusia memang unik. Kadang batas antara kelebihan dan kelemahannya sangatlah tipis. Masalahnya, Giuit sulit menyikapi realitas dunia mahasiswa yang banyak bertabrakan dengan keyakinan-keyakinannya. Ia sangat enggan bertegur sapa dengan orang-orang yang tidak sepaham dengan dirinya.

Mulanya ia beralasan untuk menjaga dirinya, takut larut, katanya. Lama-kelamaan, seiring bertambahnya pengetahuan Giuit tentang Islam, ia lebih menikmati dirinya sendiri. Kadangkala ia mengeluh, karena sulit mentransformasikan dirinya dalam dunia mahasiswa secara umum. Padahal, untuk memperoleh lobi dan dukungan yang kuat semestinya ia juga mengembangkan isu-isu yang mencakup seluruh civitas akademika. Setidaknya yang menjadi hajat hidup masyarakat kampus, dari mahasiswanya sampai satpamnya, dari dosen sampai tukang sapunya. "Sering juga saya merenung. Tapi tak mudah meredam perang batin yang luar biasa, tatkala realitas yang saya lihat tak seindah idealisme yang saya yakini," tuturnya.

Secara tak disengaja telah terbangun dalam pikirannya sebuah stereotipe tentang ukuran baik-buruknya seseorang. Sebagian dari ukuran-ukuran itu memang benar, tetapi tak sedikit pula yang salah. Utamanya ketika ia memaksa menyeragamkan standar keshalihan. Nyaris tak memberi ruang untuk keberagaman. Padahal manusia lahir dengan kemampuan beragam. Maka semestinyalah keshalihan orang beragam pula.


**********


Namanya Matenan. Kawan-kawannya sering memanggil Mamat, atau lebih sopannya Bang Mamat. Umurnya masuk kepala empat. Sedikit lagi berkepala lima. Sehari-hari mengayuh sepeda dengan tong-tong berisi tahu. Ia memang pedagang keliling tahu mentah. Mengontrak di kawasan Manggarai. Anaknya tiga, yang tertua kelas tiga SMP. Kawan-kawan Bang Mamat beragam. Dari sebuah desa di Jawa Tengah ia pergi bertujuh ke Jakarta. Empat orang berdagang tahu, sisanya lagi berjualan sayur. Beberapa minggu lalu, Bang Mamat menemukan sebuah tas berwarna hitam. Di dalamnya ada dompet dengan uang tiga ratus ribu rupiah, kartu identitas, beberapa kartu nama, dan dua pas photo wanita berjilbab. Di tas itu juga ada beberapa buku catatan, surat-surat berkop sebuah perusahaan, tempat bedak kecil Mustika Ratu, serta handphone.

Apa yang dilakukan Bang Mamat ? Bersusah payah ia mencari alamat pemilik tas itu. Tiga kali ia datang, dan baru yang ketiganya ia berjumpa dengan pemiliknya. Ternyata seorang muslimah yang photonya ada di dompet itu. Dengan tegar ia kembalikan semua barang-barang itu. Seorang tetangganya sudah menawar setengah juta untuk handphone itu. Tetapi Bang Mamat tetap gigih. Ia mencoba mengajarkan kejujuran kepada kawan-kawannya. Meski untuk itu tidaklah mudah.

"Ini bukan milik saya, saya harus kembalikan kepada yang punya," begitu kenangnya. Ketika mengembalikan tas itu, ia ditemani anak tertuanya. Nampaknya ia juga hendak mengajarkan kejujuran kepada anaknya itu. Kala wanita pemilik tas itu hendak memberinya tanda terima kasih, Bang Mamat bersikeras menolak. "Biarlah Allah yang membalas. Mbak doakan saya saja," begitu jawabnya. Akhirnya pemilik tas itu memaksa anak Bang Mamat untuk mau menerima tanda terima kasihnya.


**********


Tidak mudah memang, bergaul dengan kehidupan masyarakat yang sangat beragam. Apalagi bila pada saat yang sama kita juga dituntuk tetap EKSIS, SURVIVE, dan tetap ISTIQOMAH. Ibarat berenang di air asin, kita seperti berjuang untuk mengapung dan tidak tenggelam, karena di situlah letak kehidupan kita. Tetapi, pada saat yang sama kita dituntut bagaimana tidak turut menjadi asin.

Logika ini berlaku untuk setiap muslim, untuk setiap aktifis da'wah, juga untuk setiap orang yang ingin menyeimbangkan antara eksistensi dirinya sebagai muslim dengan eksistensinya sebagai makhluk sosial. Menyeimbangkan antara tuntutan dirinya sebagai hamba Allah dengan tuntutan dirinya sebagai anggota masyarakat. Baik masyarakat kecil di keluarganya, masyarakat sedang di lingkungannya, atau masyarakat besar di dunia ini. Ya, itu merupakan tuntutan menyeimbangkan antara idealita dan realita. Karena alam realita memiliki sunnahnya sendiri, sebagaimana alam idealisme memiliki sunnahnya sendiri.

Logika ini juga berlaku bagi komunitas apa pun, bagi sebuah golongan seperti apa pun. Apalagi bagi sebuah organisasi da'wah. Itu pula yang mengantarkan kita kepada logika bahwa dunia ini sangat beragam isinya. Di tengah keberagamannya itu kita hidup. Agama ini juga tidak mengajarkan agar kita membangun sebuah eksklusivisme yang sempit. Kalaulah itu yang dimaksud Allah dalam penciptaan manusia ini, tentu apa arti firman-Nya yang menjelaskan bahwa manusia diciptakan berbangsa dan bersuku untuk saling mengenal.

Keberagaman isi dunia menjadi sunnah tersendiri bagi kehidupan ini. Ia semacam ekosistem yang saling kait-mengkait, tunjang menunjang, dukung mendukung. Orang miskin ada untuk menjadi tempat bersedekah bagi orang kaya. Orang bodoh adauntuk tempat beramal bagi orang-orang pintar. Orang besar ada untuk membantu orang-orang kecil. Manusia, dengan beragam suku, bangsa, ras, bahasa, budaya, dan cita rasanya, adalah khazanah kehidupan yang niscaya ada.

Hanya saja, seperti kisah tiga orang di atas, Iwa, Giuit, dan Bang Mamat, seperti itu pula kira-kira tipologi seorang muslim dalam berinteraksi dengan belantara kehidupan dunia ini. Ada yang luntur dan lebur, ada yang teguh tetapi mengambil jalan yang kurang bijak: menutup diri dan lebih suka pada klaim-klaim. Dan, yang ketiga, mereka yang tetap tegar di tengah kondisi apa pun.

Segalanya berpulang kepada kita masing-masing. Karena tuntutan Allah agar kita menjaga diri dari api neraka, misalnya, juga diiringi dengan perintah menjaga keluarga: masyarakat terkecil kita. Dalam lingkup masyarakat yang lebih besar, Allah mengancam orang-orang yang masa bodoh dengan kondisi masyarakat yang rusak. Kelak, bila Allah menurunkan adzab-Nya, orang-orang baik yang tak peduli dengan kerusakan itu justru yang pertama diadzab.

Kita memang harus berbaur dengan masyarakat, tetapi tidak melebur dalan kerusakan mereka.

Wallahu'alam bishawab.


Tarbawi, Edisi 13, Th. 2, 31 Oktober 2000/ 1 Sya'ban 1421, hal 6-8

ROTI GOSONG ..

Ketika aku masih anak perempuan kecil, ibu suka membuat sarapan dan makan malam.

Dan suatu malam, setelah ibu sudah membuat sarapan, bekerja keras sepanjang hari, malamnya menghidangkan sebuah piring berisi telur, saus dan roti panggang yang gosong di depan meja ayah.

Saya ingat, saat itu menunggu apa reaksi dari orang-orang di situ ..
Akan tetapi, yang dilakukan ayah adalah mengambil roti panggang itu, tersenyum pada ibu, dan menanyakan kegiatan saya di sekolah.

Saya tidak ingat apa yang dikatakan ayah malam itu, tetapi saya melihatnya mengoleskan mentega dan selai pada roti panggang itu dan menikmati setiap gigitannya ..

Ketika saya beranjak dari meja makan malam itu, saya mendengar ibu meminta maaf pada ayah karena roti panggang yang gosong itu.

Dan satu hal yang tidak pernah saya lupakan adalah apa yang ayah katakan : "Sayang, aku suka roti panggang yang gosong."

Sebelum tidur, saya pergi untuk memberikan ciuman selamat tidur pada ayah. Saya bertanya apakah ayah benar-benar menyukai roti panggang gosong.

Ayah memeluk saya erat dengan kedua lengannya yang kekar dan berkata, "Dhea, ibumu sudah bekerja keras sepanjang hari ini dan dia benar-benar lelah.
Jadi sepotong roti panggang yang gosong tidak akan menyakiti siapa pun!"

Apa yang saya pelajari di tahun-tahun berikutnya adalah "
belajar untuk menerima kesalahan orang lain, dan memilih untuk merayakan perbedaannya " - adalah satu kunci yang sangat penting untuk menciptakan sebuah hubungan yang sehat, bertumbuh dan abadi J


- Bastian Schweinsteiger Inc. -

Minggu, 23 Mei 2010

Sabar Itu Indah ..................


Kualitas kesabaran kita diuji sepanjang jalan kita meraih tujuan, untuk menjadikan diri kita orang yang tenang dan penuh kasih sayang. Semakin kita sabar, semakin dapat menerima hidup ini apa adanya bukan semakin memaksakan hidup ini persis seperti yang kita kehendaki. Tanpa kesabaran, hidup pastilah akan membuat kita sangat frustasi. Kita akan mudah jengkel, terganggu, dan merasa disakiti.

Kesabaran menambahkan suatu dimensi ketenteraman dan rasa menerima pada hidup kita. Dimensi yang sangat penting bagi ketenangan batin. "Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung." (Ali Imran: 200).

Menjadi lebih sabar mengharuskan kita membuka hati kita pada saat sekarang, bahkan bila kita tidak menyukainya. Bila kita terjebak di tengah kemacetan total, terlambat datang ke sebuah pertemuan, membayangkan saat-saat itu akan berarti memerangkap diri kita, membentuk bola salju mental sebelum pikiran kita keluar dan mengingatkan kita untuk santai. Ini juga mungkin waktu yang baik untuk meraih nafas dan juga kesempatan untuk mengingatkan dirimu bahwa, pada skema yang lebih besar, terlambat adalah "masalah kecil". "Siapa saja yang melatih dirinya untuk bersabar, niscaya Allah akan memberikan kepadanya kekuatan sehingga mampu bersabar." (Al Hadits).

Kesabaran juga mengharuskan kita melihat ketidakbersalahan pada diri orang lain. Seringkali ketika aku sedang menulis, ibu memanggilku untuk melakukan ini itu, yang bagi seorang penulis bisa sangat membuyarkan konsentrasi. Yang aku ingat setelah itu, adalah jasa-jasanya yang begitu banyak, yang telah diberikannya kepadaku, bukan memikirkan implikasi yang bisa terjadi pada pekerjaanku karena gangguannya itu ("Aku tak bisa menyelesaikan pekerjaanku, aku kehilangan ilham, hari ini aku tak punya waktu lagi untuk menulis,dan seterusnya").

Aku ingatkan diriku mengapa ibu menyuruhku melakukan ini itu – karena aku anaknya, dia masih percaya kepadaku, bukan berencana merusak pekerjaanku. Bila aku ingat untuk melihat ketidakbersalahan, aku akan segera memunculkan suatu perasaan sabar, dan perhatianku balik kembali ke masa sekarang. Rasa terganggu yang mungkin terbentuk menjadi lenyap dan aku diingatkan sekali lagi, bahwa betapa beruntungnya aku memiliki ibu yang telah melahirkanku.

Aku menemukan bahwa bila kita melihat lebih jauh, kita dapat hampir selalu melihat ketidakbersalahan di dalam diri orang lain, dan juga di dalam setiap situasi yang baik membuat frustasi. Bila kita melakukannya, kita akan menjadi orang yang lebih sabar dan tenang dan, dengan cara yang aneh, kita mulai menikmati saat-saat yang biasanya akan membuat kita frustasi

Rabu, 19 Mei 2010

Marahlah secara benar ....

Apa pula ini? Masak marah aja ada aturannya. Emang sih kamu berhak meluapkan amarah, tapi dalam banyak situasi ada batasan-batasannya.

Misalnya, kurang menguntungkan bila kamu marah-marah di depan kelas. Bahkan meskipun kamu merasa benar dan dapat menunjukkan semua bukti dan argumen yang mendukung. Soalnya, orang lain akan cenderung berisikap defensif dan parahnya bisa berkembang pada keinginan balas dendam. Demikian dituturkan Dr. Sandra Thomas, R.N, Ph.D seorang peneliti perihal amarah dan direktur Center for Nursing Research di University of Tennese, Knoxville.

Asal tahu aja, tidak hanya etika sosial budaya menyebabkan kita kudu membatasi rasa marah tapi masalah kesehatan juga ikut berperan. "Ketika marah, tubuh kita mengalami berbagai perubahan fisiologis, karena amarah memicu reaksi melawan atau lari," kata Christopher Peterson, PhD, pengarang Health anda Optimism dan dosen psikologi di University of Michigan, Ann Harbor.

"Kadar adrenalin meningkat, jantung berdegup lebih kencang, napas memburu dan dangkal, pencernaan berhenti," imbuhnya. So, sering marah-marah bisa mengingkatkan reriko pernyakit jantung, tekanan darah tinggi dan penyakit-penyakit mematikan.

Malah dalam penelitian terakhir para dokter di Universitas of North Carolina, mereka menemukan orang yang temperamental (pemarah) memiliki tiga kali resiko terkena penyakit jantung yang akut dan fatal. Hasil ini didapat sewaktu mereka meneliti sebanyak 13 ribu orang di North Carolina selama enam tahun.

"Semua emosi mempunyai pengaruh tertentu kepada cara berpikir kita. Tapi emosi-emosi yang kuat dapat memperlambat kemampuan penalaran, kemampuan pemecahan masalah dan pengambilan keputusan kita," kata Dr. Mara Julius, Sc.D, ahli ilmu epidemi psikososial di Univesity og Michigan School of Public Health yang telah lebih dari 20 tahun mempelajari cara mengatasi marah yang berpengaruh pada kesehatan laki-laki dan perempuan.

"Ketika kamu merasa marah atau terbelenggu oleh dendam, semua itu menjadi beban. Pada sebagian orang , ini memperlambat proses berpikir dan pada sebagian yang lain bakal menghentikan proses berpikir sama sekali," sambungnya.

Cara Marah yang Benar
Bila perasaan marah kamu ditangani secara benar, menurut Dr. Julius, kamu bakal terhindar dari masalah-masalah hubungan sosial dan kesehatan. So, di bawah ini adalah cara marah yang bener.

1. Cari tempat aman.
Carilah tempat "aman" untuk meluapkan marah kamu. Caranya, sebelum kamu ngomong ama orang yang bikin kamu jengkel, bicarakan dulu ama orang yang kamu percaya. Pilih teman dekat, pacar, atau seseorang yang kamu percayai untuk mengungkapkan perasaan marah Anda. Soalnya, kalau kamu nekat nglabrak malah bisa nambah masalah. Dan ujung-ujungnya kamu tambah mangkel, jengkel dll.

2. Dekati orang yang bikin kamu marah
Setelah rasa marah kamu reda, bicaralah pada orang yang menjadi "sumber masalah". Ini penting untuk membuat jernih semua permasalahan. Awali pembicaraan, misalnya dengan, " Tindakan atau perkataan kamu, mengganggu perasaanku. Ada yang kudu diluruskan dan dibicarakan. Apa kita bisa membicarakan ini dengan baik?"

3. Kenali hal-hal yang jadi penyebab kemarahan kamu.
Temukan akar masalah untuk menemukan faktor pemicunya. Pasti ada hal-hal tertentu yang biasanya mendasari reaksi marah kamu. Bila tidak berhasil, mulailah mencatat ketika reaksi-reaksi marah itu timbul dan menulis pengalaman-pengalaman amarah kamu. Cara ini bakal memberikan kamu kesempatan untuk mempelajari segala sesuatunya dan bereaksi lebih rasional. Akhirnya, kamu bakal merasa mampu mengendalikan diri dengan menghentikan konfrontasi langsung.

4. Temukan cara melepaskan diri.
Kalau kamu mudah naik darah, ada anjuran agar menggunakan energi yang meluap-luap itu secara positif. Misalnya menggunakan energi itu untuk kegiatan fisik. Seperti jogging atau olah raga lainnya. Soalnya olahraga menyalurkan adrenalin lebih positif ketimbang membiarakannya larut sendiri. Dan kamu pun dapat menjernihkan pikiran untuk sementara.

5. Atur Nafas
Ketika diselimuti kemarahan, cobalah mengulur waktu untuk menenangkan diri. Kamu bisa pergi sejenak dari situasi tersebut. Carilah tempat sepi dan lakukan semacam meditasi dengan menarik nafas dalam-dalam. Setelah pikiran tenang, baru kamu kemukanan apa yang ingin kamu katakan. (dari berbagai sumber)

Selasa, 18 Mei 2010

Tengoklah Keluar .........


Ada yang hilang setelah manajemen kantor memutuskan menarik saya ke dalam dari tugas lapangan. Dan itu semakin terasa setelah tiga tahun saya banyak mendekam di balik meja, di depan komputer. Ya, saya banyak kehilangan kesempatan untuk lebih banyak melihat dunia luar yang selagi masih bertugas di lapangan, kebiasaan ini merupakan kesenangan tersendiri bagi saya.

Ada banyak guru di luar sana, ada banyak sekolah di jalanan, ada banyak pelajaran dimana pun saya berdiri, berlari dan singgah. Ada yang mengajari saya untuk lebih banyak bersyukur saat mengamati orang-orang yang tengah diberi cobaan untuk menjalani kepahitan hidup, tukang sapu jalanan yang menjelma menjadi guru saya setiap kali saya melihatnya, bahwa rezeki Allah tidak datang dengan tangan yang terus menerus menengadah. Anak-anak jalanan yang memberi makna terdalam tentang cinta dan kepedulian, pojok-pojok kota yang kerap mengajarkan arti kesederhanaan hidup, bahkan riuh rendahnya kota yang berbicara tentang kerasnya perjuangan hidup.

Siapa yang tak mampu mengambil pelajaran di setiap perputaran waktu dan silih bergantinya siang dan malam, yang tak lebar-lebar membuka matanya mengamati lintasan-lintasan peristiwa dan kejadian penuh makna yang tak pernah berhenti, yang tak menjadikan telinganya untuk mendengar lebih banyak keluh dan kesah serta jerit yang kerap tak terdengar dari balik jendela mobil juga kantor, yang tak membiarkan langkah kakinya sering-sering mengarah ke jalanan untuk merasai langsung panasnya aspal yang membakar kulit, dan terik yang memanggang kepala, sungguh teramat murugilah ia.

Sungguh, ada jiwa yang terbelai lembut setiap kali mendapatkan senyum balasan seorang pengemis tua, senyum yang jelas lebih menyentuh dari senyum klien atau rekan bisnis. Ada hati yang semakin peka usai berlama-lama ngobrol menyongsong senja bersama anak penjaja koran sore, bahwa hidup apa yang bisa mereka makan esok pagi sangat bergantung dari berapa banyak koran yang terjual. Usahlah mengajak mereka bermimpi untuk meneruskan sekolah, karena mereka hanya tahu bangku sekolah bukan tersedia untuk mereka. Dan pulanglah lebih malam ketika langkah Anda akan terasa lemas bukan karena lelah sepulang bekerja, melainkan mata Anda yang menyaksikan begitu banyak orang yang tertidur di emperan kota, sebelah tangannya menjadi bantal, tangan satunya mendekap erat perut yang belum sempat terisi semenjak siang. Menangislah orang-orang seperti saya mengingat nasi yang sering terbuang percuma karena masak berlebihan, atau anak-anak yang bertingkah ingin jajan di luar.

Peluh yang keluar dari dahi dan setiap inci tubuh mereka, mungkin akan menjadi wewangian semerbak mereka di hadapan Allah nanti, bukti bahwa mereka benar-benar merasai hidup yang sebenarnya. Legam hitam kulit yang terbakar matahari itu, bisa jadi pertanda bagi para malaikat untuk bersaksi atas perjuangan keras mereka bertahan atas semua cobaan dari Tuhannya. Sementara kita? Seberapa banyak keringat kita? tapi kenapa kita tak lebih bersyukur dari mereka dan terus menerus mengeluh?

Saya masih bisa bersyukur karena masih diberi kesempatan untuk lebih banyak melihat keluar, dari balik jendela bis kota, dari aktivitas sosial yang saya geluti, dari kebiasaan untuk banyak singgah di tempat-tempat dimana saya bisa menemukan guru, sekolah, dan pelajaran kehidupan sesungguhnya. Meski cuma menengok, tapi saya tetap ingin selalu menyempatkan hati melihat keluar. Selalu............

Kamis, 06 Mei 2010

Rahasia Bahagia ..

  • Rahasia Kebahagiaan adalah memusatkan perhatian pada kebaikan dalam diri orang lain. Sebab, hidup bagaikan lukisan .. Untuk melihat keindahan lukisan yang terbaik sekalipun, lihatlah di bawah sinar yang terang, bukan di tempat yang tertutup dan gelap sama halnya sebuah gudang.
  • Rahasia kebahagiaan adalah tidak menghindari kesulitan. Dengan memanjat bukit, bukan meluncurinya, kaki seseorang tumbuh menjadi kuat ..
  • Rahasia kebahagiaan adalah melakukan segala sesuatu bagi orang lain.. Air yang tak mengalir tidak berkembang. Namun, air yang mengalir dengan bebas selalu segar dan jernih.
  • Rahasia kebahagiaan adalah belajar dari orang lain, dan bukan mencoba mengajari mereka .. Semakin Anda menunjukkan seberapa banyak Anda tahu, semakin orang lain akan mencoba menemukan kekurangan dalam pengetahuan Anda.. Mengapa bebek disebut "bodoh"? Karena terlalu banyak bercuap-cuap.
  • Rahasia kebahagiaan adalah kebaikan hati: memandang orang lain sebagai anggota keluarga besar Anda.. Sebab, setiap ciptaan adalah milik Anda. Kita semua adalah ciptaan Tuhan yang satu.
  • Rahasia kebahagiaan adalah tertawa bersama orang lain, sebagai sahabat, dan bukan menertawakan mereka, sebagai hakim.
  • Rahasia kebahagiaan adalah tidak sombong. Bila Anda menganggap mereka penting, Anda akan memiliki sahabat ke manapun Anda pergi. Ingatlah bahwa musang yang paling besar akan mengeluarkan bau yang paling menyengat..
  • Kebahagiaan datang kepada mereka yang memberikan cintanya secara bebas, yang tidak meminta orang lain mencintai mereka terlebih dahulu. Bermurah hatilah seperti mentari yang memancarkan sinarnya tanpa terlebih dahulu bertanya apakah orang-orang patut menerima kehangatannya.
  • Kebahagiaan berarti menerima apapun yang datang, dan selalu mengatakan kepada diri sendiri "Aku bebas dalam diriku".
  • Kebahagiaan berarti membuat orang lain bahagia. Padang rumput yang penuh bunga membutuhkan pohon-pohon di sekelilingnya, bukan bangunan-bangunan beton yang kaku. Kelilingilah padang hidup Anda dengan kebahagiaan.
  • Kebahagiaan berasal dari menerima orang lain sebagaimana adanya; nyatanya menginginkan mereka bukan sebagaimana adanya. Betapa akan membosankan hidup ini jika setiap orang sama. Bukankah taman pun akan tampak janggal bila semua bunganya berwarna ungu?
  • Rahasia kebahagiaan adalah menjaga agar hati Anda terbuka bagi orang lain, dan bagi pengalaman-pengalaman hidup. Hati laksana pintu sebuah rumah. Cahaya matahari hanya dapat masuk bilamana pintu rumah itu terbuka lebar.
  • Rahasia kebahagiaan adalah memahami bahwa persahabatan jauh lebih berharga daripada barang; lebih berharga daripada mengurusi urusan sendiri; lebih berharga daripada bersikukuh pada kebenaran dalam perkara-perkara! yang tidak prinsipiil.

Renungkan setiap rahasia yang ada di dalamnya .. Rasakan apa yang dikatakannya..


- Michael Ballack Inc.