Rabu, 26 September 2012

Sebatang Paku

Karena sebatang paku terlepas, lepaslah sepatu kuda;
Karena sepatu terlepas, terjatuhlah kuda;
Karena kuda terjatuh, pesan tidak terkirim ke garis depan;
Karena pesan tidak terkirim, pasukan kalah perang;
Karena kalah perang, jatuhlah sebuah negara!

Untaian kalimat bijak di atas adalah sebuah ungkapan lama, yang konon aslinya dari cerita Jepang. Mungkin Anda juga pernah membaca dalam berbagai versinya. Pertama kali mendengar saya langsung terkesan dan kemudian terus teringat. Bagaimana mungkin sebatang paku bisa menjatuhkan sebuah Negara? Bagaimana sebuah hal "sepele" ternyata membawa konsekuensi yang demikan besar?
Pada tahun 1994 ketika Rudy Giuliani mulai menjadi walikota New York City, angka kriminalitas di NYC sangat tinggi. Pada kurun waktu 1994 hingga 2001, statistik menujukkan bahwa angka kriminalitas di NYC menurun sangat drastis. Bagaimana Rudy Giuliani melakukannya? Apakah dengan melakukan operasi perburuan kriminal besar-besaran a la film Hollywood? Bukan. Giuliani dan tim kepolisian NYPD berhasil menurunkan tingkat kriminalitas dengan memperbaiki "jendela pecah". Ini serius. Inilah yang oleh kriminolog disebut teori "broken windows".
Asumsi nya begini, jendela pecah yang dibiarkan menimbulkan kesan bahwa sebuah rumah sudah tidak ada yang mengurus atau tidak ditinggali. Ini akan mendorong vandalisme dan tindakan anarki berikutnya. Misalnya memecah jendela yang lain, dinding yang dicoreti graffiti, hingga akhirnya lingkungan menjadi tempat nongkrong berandalan, dan seterusnya. Ini yang secara akumulatif menjadikan angka kriminalitas demikian tinggi. Sehingga untuk menurunkan kriminalitas harus dimulai dari hal kecil, seperti memperbaiki jendela pecah tadi. Menurut Giuliani: "You had to pay attention to small things, otherwise they would get out of control and become much worse." Giuliani memperhatikan hal kecil, memperhatikan "paku di sepatu kuda" nya supaya tidak lepas.
Para pengusaha sukses umumnya juga dikenal sebagai orang-orang yang sangat memperhatikan hal kecil. Pengembang waralaba McDonald's Ray Kroc terkenal memiliki obsesi yang luar biasa terhadap kecepatan dan kebersihan. Anda boleh berdebat soal rasa burger McDonald's, tapi siapapun pasti terkesan dengan kecepatan pelayanan dan kebersihan restoran McDonald's. Howard Schultz, orang yang berhasil mengembangkan Starbuck menjadi kedai kopi terbesar di dunia juga sangat memperhatikan detail. Tahun lalu Schultz, sebagai chairman, menulis memo nya yang mengkritik para eksekutif Starbuck yang kurang memperhatikan hilangnya "Starbuck Experience", misalnya mesin expresso yang menghilangkan keakraban dengan customer, packaging biji kopi yang mengutamakan kesegaran namun menghilangkan aroma, hingga desain outlet. Tahun ini Schultz kembali menjadi CEO, dan kita akan lihat apa gebrakannya. Pendiri Apple, Steve Jobs mungkin adalah satu-satu nya pemimpin perusahaan teknologi beromset milyaran dollar, yang masih ikut mendesain sendiri rancangan tangga pada outlet-outlet Apple. Perhatiannya pada hal detail yang sering dianggap sepele sangat luar biasa. Hingga hari ini, kalau membicarakan produk Apple, entah itu komputer, iPod hingga iPhone, mau tidak mau Anda akan mengakui desainnya yang sangat inofatif, efisien, stylish dan elegan.
Dengan menyadari bahwa hal kecil dapat berdampak besar, kita juga dapat mulai belajar untuk menjadi seperti Giuliani, Ray Kroc, Howard Schultz ataupun Steve Jobs. Sekalipun usaha atau organisasi kita belum sebesar mereka. Ada empat hal sederhana yang dapat kita terapkan:

1. Segera Perbaiki
Teori "broken windows" sangat relevan dalam kehidupan kita sehari-hari. Coba perhatikan seisi rumah Anda. Adakah keran air yang bocor tapi belum diperbaiki? Adakah lampu yang mati tapi belum diganti? Adakah atap yang bocor belum diperbaiki? Adakah selokan yang mampet belum dibersihkan? Dst. Kalau menurut teori "broken windows", maka kerusakan kecil seperti itu harus segera diperbaiki, karena dapat mendorong kerusakan yang lebih besar. Yang ujung-ujung nya biaya yang lebih besar.

Seringkali rantai kerusakannya diluar dugaan kita. Misalnya, kebocoran keran air ternyata memicu kerusakan pompa air, kerusakan pompa air memicu hubungan pendek dan listrik mati, listrik mati mendadak memicu rusaknya kulkas, dst. Lho kok lancar ya menceritakannya? Soalnya ini pengalaman pribadi, hehehe …
Kalau dalam bisnis, kerusakan kecil yang tidak diperbaiki juga menggambarkan kondisi organisasi Anda. Pernahkah Anda datang ke sebuah kantor atau toko yang lampu neonnya terus berkedip-kedip dan tidak diperbaiki, atau plafond atapnya sudah jebol namun dibiarkan. Bagaimana perasaan Anda? Pasti sangat tidak nyaman berada disana. Orang akan berpikir, memperbaiki hal-hal kecil saja tidak bisa, apalagi hendak berurusan dengan hal-hal yang lebih besar.

2. Ciptakan Standar
Sebagai penggemar makanan enak, saya memiliki beberapa tempat makan favorit. Beberapa diantaranya sudah menjadi langganan saya sejak saya masih kuliah. Beberapa waktu yang lalu saya mampir di salah satu warung sate langganan saya dulu. Ternyata rasa nya sudah sangat berubah. Saya amati memang generasi yang mengurus warung tadi juga sudah berganti. Dan generasi penerus rupanya tidak mengikuti standar yang telah ditetapkan oleh pelopornya dahulu. Seperti halnya dalam "process industry", menciptakan makanan enak yang konsisten itu ada standar baik dalam bahan atau prosesnya. Sama-sama membuat sate, tapi dengan mengganti merk kecap, mengganti arang dengan pemanggang lain, atau menambah waktu memanggang sedikit saja, hasil akhirnya bisa jauh berbeda.
Untuk menghidari perubahan-perubahan kecil yang dapat berdampak besar, maka diperlukan standar. Standar tadi tidak cukup hanya di mulut saja, namun sebaiknya di dokumentasi kan dengan baik, supaya dapat menjadi referensi tetap. Tidak perlu dokumentasi yang canggih-canggih, yang penting standar pekerjaan terdokumentasi dan dapat dikomunikasikan dengan mudah. Perusahaan yang sudah mewaralabakan usaha nya, sangat pandai dalam hal ini. Tidak hanya standar dalam pembuatan produknya sendiri, namun hingga standar kebersihan dan standar perilaku karyawan. Semua sudah diatur berapa kali lantai harus dipel, berapa kali toilet harus dibersihkan dsb, hingga bagaimana cara menyapa pelanggan. Di beberapa perusahaan yang sangat memperhatikan pelanggan, bahkan diatur berapa kali harus menyapa pelanggan dengan sebutan nama.

3. Semua Terlibat
Memastikan bahwa tidak ada "paku yang terlepas" bukan hanya pekerjaan satu orang saja. Namun butuh keterlibatan semua pihak, dari pemilik usaha hingga anggota tim terbawah. "Ignorance" adalah awal dari terjadinya paku yang terlepas. Jika ada yang menemukan kerusakan atau kejadian diluar standar, siapapun orangnya, harus segera mengambil tindakan. Mentalitas "ah cuma begitu doang" harus dibuang. Biasanya pemilik usaha adalah pihak paling rewel karena rasa memiliki yang besar. Ray Kroc semasa hidupnya mengepel sendiri restorannya. Saya pernah melihat pemilik usaha travel terbesar di Bandung, yang memiliki ratusan karyawan, pagi-pagi sedang merapikan counter. Tapi pemilik usaha tidak selamanya bisa berada di lokasi usaha. Jadi anggota tim di semua lini harus memiliki keterlibatan yang sama.

4. Terbuka Terhadap Kritik
Kritik, baik dari diri kita sendiri, sesama anggota tim, apalagi dari pelanggan, merupakan cara terbaik mengetahui adanya "paku yang akan lepas". CEO Starbuck Howard Schultz memberi contoh otokritik yang sangat baik. Saya pernah mendapat kritik tajam dari salah satu klien kami, karena panggilan ke support center kami (kebetulan) di angkat oleh seorang office boy. Hal tersebut tidak dapat diterima, karena seharusnya operator yang menerima telpon adalah orang yang mengetahui persoalan, dan dapat melakukan tindak lanjut. Hal ini masuk akal. Kritik tersebut menjadi masukan yang sangat berharga bagi kami dalam meningkatkan mutu layanan kami, sebelum kejadian yang sama membuat klien lain merasa tidak nyaman.

Bagaimana dengan Anda? Apakah ada sebatang paku di sepatu kuda Anda yang hampir terlepas? Ayo segera perbaiki! (FR)