Senin, 24 Agustus 2009

Kalau Jujur kan Enak................


Pernah nggak merasakan kecewa sewaktu membeli barang. Di pasar misalnya, mau beli sesuatu. Uang ada dan sudah dibawa. Kemudian kita berkeliling mengitari pasar untuk mencari barang yang ingin kita beli. Sempat sesekali kita temukan beberapa tempat yang menyediakan barang yang ingin kita beli. Tentu, pertamanya kita survey harga, alias nanyain penjual berapa mereka buka harga awal. Kenapa harga awal, ya memang karena masih bisa tawar menawar. Namanya juga belanja. Yang pandai nawar yang untung. Soalnya, belanja dipasar bukan kayak di mall atau supermarket. Udah ada tertera harga barangnya disitu. Namanya juga swalayan. Kita lihat, ada uang, baru angkat dan bayar ke kasir. Nah kalau di pasar, sekiranya gak pandai-pandai nawar, bisa jadi harga yang kita beli dua kali lipat mahalnya dengan harga asli.

Kalau bicara soal harga, memang kita gak bisa banyak komentar. Soalnya, prinsip pasar dalam islam bebas dan beretika. Artinya, penjual boleh saja menjual dengan harga sekehendaknya selama dalam transaksi jual beli itu berlangsung atas dasar suka sama suka. Pembeli juga gak komplain, karena mungkin dilihat harganya cocok dengan barang yang ditawarkan. Sah-sah saja. yang penting, waktu nawarkan barang si penjual haruslah sejujur mungkin. Artinya, kalaupun gak sampai menceritakan ke pembeli berapa modal dan berapa untung, ya minimal tidak berbohong dengan melebih-lebihkan kualitas barang dari yang sebenarnya. Kemudian, ngasi harga juga harus kira-kira. Nggak terlalu tinggi juga nggak terlalu rendah. Sesuai dengan jangkauan pembeli. Itulah yang disebut etika.

Masalahnya lagi, terkadang banyak orang yang jualan tapi nggak jujur. Lain barang yang dipajang, lain pula barang yang dijual. Ini yang sering buat kita kesal kalau belanja, ternyata setelah sampai dirumah, barangnya tidak seperti apa yang ada di pasar. Kadang ada yang campuran, sebagian bagus sebagian lagi jelek.

Inilah yang pernah saya alami sewaktu berbelanja buah-buahan. Awalnya, ketika melihat tumpukan buah itu, benar-benar ingin mencicipinya. Kebetulan, waktu itu tengah malam menjelang dini hari. Untuk musim panas di sini, malam itu tak ubahnya seperti siang. Untuk ukuran mesir, jam 12 malam itu kayak baru jam delapan. Masih ramai. Termasuk juga dipasar yang kebetulan waktu itu aku melintasinya saat ingin mengunjungi rumah kawan.

“killo talatah we nnous” teriak penjual menawarkan buah apel lokal dengan harga tiga pon sekilo. Langsung aku mendekatinya. Dan memilih buah untuk ditimbang. Tapi, belum lagi sempat terambil buah itu dan dimasukkan di pelastik, penjualnya nyamperin “ ayiz kam killo” tanyanya berapa kilo aku pengen beli. Dan dia langsung memilih, mengumpulkan buah-buah itu sampe beratnya sekilo. Lalu ditimbang.

Memang aneh kupikir penjual di sini. Kebanyakan tabiatnya gitu. Khususnya penjual buah. Kita gak boleh milih sendiri. Musti orang itu yang milih. Iyalah kalau itu salah satu bentuk pelayanan mereka pada pembeli, kita senang. Tapi, itu bukan yang seperti kita kira, karena pengen untung besar mungkin, makanya mereka begitu. Soalnya, yang dipajang yang bagus-bagus. Kadang nyusunnya bentuk piramid lagi. Tapi pas waktu dijual, milihnya bagian-bagian belakang. Kebanyakan yang tidak bagus. Ya, kalau belinya sekilo, paling dapat bagusnya cuma sebagian. Sebagian lagi yang jelek. Dan ternyata, waktu di rumah keliatan. Buahnya banyak yang busuk. “Dasar orang Arab “ cetusku.

Dulu, semasa rasul kejadian begini juga banyak. Sempat sesekali rasul menegur mereka. Kebetulan waktu beliau jalan-jalan ke pasar. Dilihatnya ada pedagang yang menjual kurma. Terlihat tumpukan kurma itu tersusun bagus. Kalau dilihat sepintas, semuanya kualitas nomor satu. Tapi setelah didekati rasul, dan rasul memasukkan tangannya ditumpukan kurma-kurma itu. lalu didapati kurma yang basah. Dan ketika ditanya, memang itu sempat terkena air hujan. Namun karena tidak ingin rugi, maka penjual itu tetap menggabungkannya dengan yang bagus. Dengan harapan kalau dijual dengan yang bagus, tidak keliatan yang buruk. Lantas rasulpun menyuruh untuk memisahkannya.

Dalam banyak hadis rasul banyak memperingatkan. Ada yang bilang, penjual yang melakukan tipu muslihat ketika menjual barangnya tidak termasuk golongan islam. Ada larangan tidak boleh menjual barang yang mengandung unsur penipuan. Kemudian dilarang menjual barang yang tidak bisa dimiliki. Bahkan sampai-sampai untuk barang yang dijualnya, namun sewaktu akad barang itu tidak ada dihadapan, maka disyaratkan khiyar. Artinya, sekiranya barang yang diterima tidak sesuai dengan yang dibilang diawal, maka uang dikembalikan.

Sungguh, benar prinsip dagang yang harus dipegang bagi setiap muslim. Dalam Firman Allah diperingatkan, larangan sesorang memakan harta orang lain dengan jalan yang batil, kecuali degan jalan jual beli, itupun harus dilandasi dengan dasar sukua sama suka. Harus ada keridoan dan rela hati antara penjual dan pembeli. Jadi sewaktu, penjual menetapkan harga sekian, dan pembeli menyetujuinya barulah jual beli itu sah. jadi tidak ada, kekesalan hati diantara kedua belah pihak.

Begitu juga pasalnya pada pembeli. Ini menyangkut harga. Terkadangan, mungkin kita sendiri sering berbelanja dan tawar menawar sama pedagang, tapi yang ada terkesan malah yang maksa itu kita. Memang, pembeli itu ibarat raja. Tapi bukan lantas bisa menawarkan harga yang kadang membuat penjual tidak ada untungnya. Bahkan, kadang rugi. Kalau sudah terdesak, dan barang belum laku. Maka fikir kita sebagai pembeli ini kesempatan.

Padahal tidak, jual beli itu kan motif utamanya adalah tolong menolong. Dari sini lah ditekankan keridhoan antara keduanya. Bagaimana mungkin, kalau penjual aja dianjurkan menetapkan harga sewajarnya, lantas pembeli dibenarkan menwar harga seenaknya. Ya kira-kira juga lah nawarnya. Bahkan kadang, dengan tawaran sangat rendah, dan terakhir tidak beli, justru menyepelekan si penjual.

Rasul pernah bilang, Allah bakal memberi rahmatnya pada penjual yang toleran netapin harga, dan pembeli yang toleran nawar harga, juga kedua-duanya yang sepakat melakuan transaksi jual beli dengan harga yang bersahabat.

Jadi, memang kejujuran itu kunci utama dalam dagang. Karena itu akan menumbuhkan kepercayaan yang lebih kepada pembeli. kalau nabi dulu, sewaktu berdagang malah Cuma bilang berapa modal barang itu. untuk harga jual diserahkan pada pembeli. ya, pastinya harus ada untung.

Maka pantas kalau begitu, tempat pedangang-pedagang yang jujur kelak di akhirat bersama para nabi.

madhan_syah@yahoo.com

http://madhan-syah.blogspot.com/

Tidak ada komentar: