Sabtu, 26 Juni 2010

Memupuk Sikap Tangguh

Kita akan salut kepada seorang ibu yang mati-matian mengurus anaknya di tengah kesulitan ekonomi yang menghimpit. Kita akan salut kepada pasukan yang berani mati di medan perang, walau musuh yang dihadapi jumlahnya jauh lebih banyak. Kita akan salut kepada seorang pemimpin yang jujur, sederhana dan berjuang siang malam demi kebaikan orang-orang yang dipimpinnya. Intinya, kita akan salut kepada mereka yang memiliki ketangguhan dalam hidup.
Pertanyaannya, apakah kita termasuk manusia tangguh atau rapuh? Di balik manusia tangguh, biasanya ada banyak manusia rapuh. Dihadapkan pada masalah sepele saja mereka goyah. Lihatlah, ada yang hanya putus cinta, ia bunuh diri. Atau hanya karena tidak disapa tetangga, ia panas dingin dan sakit hati. Maka, mulai sekarang kita harus memiliki keberanian untuk mengevaluasi diri. Apakah kita itu bermental tangguh atau sebaliknya? Kalau sudah mengenal diri, kita harus memiliki program untuk membangun ketangguhan diri.
Saya pernah melihat kontes ketahanan fisik di televisi, yaitu untuk memilih manusia “terkuat” di dunia dari segi fisik. Mereka harus berlari puluhan kilometer, berenang, mengayuh sepeda, mengarungi kubangan lumpur, dan lainnya. Dalam lomba tersebut, terlihat ada orang yang semangatnya kuat, tapi fisiknya lemah. Ada yang semangatnya lemah, tapi fisiknya kuat. Ada yang fisik dan semangatnya lemah. Tapi ada pula yang semangat dan fisiknya sama-sama kuat. Mereka inilah yang akhirnya keluar sebagai pemenang. Ternyata, ketangguhan akan terlihat saat seseorang mengarungi medan ujian. Semakin berat medan ujian, semakin terlihat pula ketangguhannya.
Hidup hakikatnya adalah medan kesulitan sekaligus medan ujian. Separuh hidup kita adalah medan ujian yang berat. Yang akan keluar sebagai pemenang hanyalah mereka yang tangguh, yang mampu melewati setiap kesulitan dengan baik. Dalam Al-Quran, Allah berjanji akan membahagiakan orang-orang sabar dan tangguh mengarungi hidup. Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. Yaitu mereka yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, Sesungguhnya kami adalah kepunyaan Allah, dan kepada-Nya kami akan kembali (QS Al Baqarah [2]: 155-156).
Ciri manusia tangguh
Ketangguhan hakiki tidak dilihat dari fisiknya (walau ini penting), tapi dilihat dari keimanannya. Manusia paling tangguh adalah manusia yang paling takwa dan kuat imannya. Boleh jadi tubuh kita lemah, rapuh, bahkan lumpuh, tapi kalau ia memiliki ketangguhan iman, maka kelemahan fisik akan tertutupi.
Orang yang kuat iman, salah satu cirinya adalah tangguh menghadapi cobaan hidup. Kesulitan apapun yang menderanya, tidak sedikit pun ia berpaling dari Allah, malah semakin dekat. Ada lima prinsip yang senantiasa dipegangnya.
Pertama, sadar bahwa kesulitan adalah episode yang harus dijalani. Sehingga ia akan menghadapinya sepenuh hati; tidak ada kamus mundur atau menghindar.
Kedua, yakin bahwa setiap kesulitan sudah tepat ukurannya bagi setiap orang.
Ketiga, yakin bahwa ada banyak hikmah di balik kesulitan.
Keempat, yakin bahwa setiap ujian pasti ada ujungnya.
Kelima, yakin bahwa setiap kesulitan yang disikapi dengan cara terbaik akan mengangkat derajatnya di hadapan Allah. Ada sesuatu yang besar di balik kesulitan yang menghadang. Semakin berat ujian, semakin luar biasa pula ganjaran yang akan diterima.
Sesulit apapun keadaan kita, pilihan terbaik hanya satu: “Kita harus menjadi manusia tangguh”. Jangan putus asa atau menyerah. Bergeraklah terus karena segala sesuatu ada ujungnya. Kesulitan tidak mungkin akan terus mendera kita. Bukankah di balik setiap kesulitan ada dua kemudahan?

Rabu, 23 Juni 2010

HUKUM TRUK SAMPAH ..

Suatu hari saya naik sebuah taxi menuju ke Bandara. Kami melaju pada jalur yang benar ketika tiba-tiba sebuah mobil hitam melompat keluar dari tempat parkir tepat di depan kami.
Supir taxi menginjak pedal rem dalam-dalam hingga ban mobil berdecit dan berhenti hanya beberapa cm dari mobil tersebut.
Pengemudi mobil hitam tsb mengeluarkan kepalanya & memaki ke arah kami. Supir taxi hanya tersenyum & melambai pada orang tersebut.

Saya sangat heran dgn sikapnya yang bersahabat. Saya bertanya, "Mengapa anda melakukannya? Orang itu hampir merusak mobil anda dan dapat saja mengirim kita ke rumah sakit!"

Saat itulah saya belajar dari supir taxi tersebut mengenai apa yg saya kemudian sebut "Hukum Truk Sampah".

Ia menjelaskan bahwa banyak orang seperti truk sampah. Mereka berjalan keliling membawa sampah, seperti frustrasi, kemarahan, kekecewaan. Seiring dengan semakin penuh kapasitasnya, semakin mereka membutuhkan tempat untuk membuangnya, dan seringkali mereka membuangnya kepada anda.
Jangan ambil hati, tersenyum saja, lambaikan tangan, berkati mereka, lalu lanjutkan hidup..

Jangan ambil sampah mereka untuk kembali membuangnya kepada orang lain yang anda temui, di tempat kerja, di rumah atau dalam perjalanan.
Intinya, orang yang sukses adalah orang yang tidak membiarkan "truk sampah" mengambil alih hari-hari mereka dgn merusak suasana hati.

§         Hidup ini terlalu singkat untuk bangun di pagi hari dengan penyesalan, So.. kasihilah orang yang memperlakukan anda dengan benar, berdoalah bagi yang tidak
§         Hidup itu 10% mengenai apa yang kau buat dengannya dan 90% tentang bagaimana kamu menghadapinya..
§         Hidup bukan mengenai menunggu badai berlalu, tapi tentang bagaimana belajar menari dalam hujan..

Bekerja Ikhlas, Tuhan Menjaga Rezeki.............

Hidup ini mengalir saja seperti sifat air. Apa adanya. Keikhlasan dalam bekerja, berbuat dan menjalankan setiap amanah yang diberikan. Bekerja adalah ibadah.

Bila kita ikhlas dalam melaksanakan pekerjaan, maka Tuhan akan menjaga rezeki kita. Ikhlas akan memberikan kekuatan yang sangat besar.

“Saya sangat yakin bahwa jika kita ikhlas, Tuhan akan menjaga rezeki kita. Semakin kita ikhlas, semakin besar kekuatan yang datang pada kita. Kalau kita meyakini agama kita dan kita laksanakan, Insya Allah, hidup kita akan dijaga-Nya,” tutur Budi.
Hanya saja, keikhlasan itu bisa dicapai bila kita tidak mempunyai pamrih. Sekali melaksanakan tugas dengan motivasi pamrih maka itu artinya tidak ikhlas menerima amanah yang diberikan. Sebab, mengedepankan pamrih sama artinya menghitung untung-rugi.

Dari dulu sampai sekarang, di mana pun dan kapanpun dia bertugas dan ditugaskan oleh negara, dia selalu memegang teguh sebuah filosofi hidup: “Bila kita bekerja dengan ikhlas, percaya kepada-Nya, Tuhan akan menjaga rezeki kita”.

Filosofi hidup itu yang dia pegang sampai sekarang. Baginya, bekerja merupakan ibadah. Karena itu dia selalu menunaikan pekerjaan dengan penuh ikhlas. Soal rezeki, Tuhan pasti akan mengaturnya. Keikhlasan dalam bekerja pada akhirnya akan berbuah kebaikan. Buktinya?

“Dari mulai berpangkat Letnan Dua sampai Letnan Jenderal, saya tidak pernah lobi sana atau lobi sini untuk memperoleh jabatan, apalagi meminta-minta posisi. Saya juga tidak pernah, misalnya, mendekati Asisten Personil TNI untuk mendapatkan promosi pangkat,” ucapnya.

Dia sangat yakin bahwa jika kita ikhlas menjalankan tugas, Tuhan pasti membimbing kita. Selama bertugas di militer, dia merasakan begitu banyak karunia yang diberikan oleh-Nya. Tangan Tuhan benar-benar mengatur dan menentukan nasibnya.

Sewaktu menjabat Paban Sospol Mabes ABRI, sekadar contoh, dia mengaku sangat ikhlas dan enjoy menjalankan tugas meski dia harus bekerja sampai larut malam, membuat konsep pidato, amanat atau makalah seminar untuk Panglima ABRI. Bahkan, tuntutan tugas itu kadang kala mengharuskannya untuk jarang pulang ke rumah dan bertemu keluarga. Dia mesti begadang sampai larut malam atau bahkan hingga dini hari guna menyiapkan bahan-bahan tersebut.

Seusai mengerjakan tugas, dia pulang sendiri ke rumah pada tengah malam atau dini hari. Tidak bertemu orang lain. Hanya ditemani sopir. Dia tidak merasa harus menonjolkan prestasi kerjanya kepada atasan, misalnya, agar mendapatkan pujian sebab dia memang ikhlas menjalani rutinitas tugas tersebut.
“Motivasi kerja saya tetap terjaga karena saya memang ikhlas menjalankan tugas-tugas yang diemban, meski tidak ada yang melihat. Sifat saya tidak pernah berubah, dari dulu tidak suka menonjolkan hasil kerja,” cetusnya.

Kembali pada prinsip hidupnya, dia meyakini Tuhan mengetahui kadar keihlasannya bekerja, walaupun orang lain tidak tahu. Tuhan jua yang menjaga rezeki apa yang pantas untuk dirinya.

“Alhamdulillah, saya mampu meraih pangkat maksimal Bintang Tiga di militer. Semua saya serahkan secara total kepada Tuhan. Soal rezeki, Tuhan yang menjaganya. Dan itu terbukti,” tegasnya lagi.

Satu hal yang ada di benaknya setiap waktu mengerjakan tugas yang diamanatkan kepadanya: Dia hanya ingin menyelesaikan pekerjaan dengan ikhlas dan sebaik-baiknya. Filosofi hidup itu dia pegang dan yakini terus sejak puluhan tahun lalu sampai sekarang meski tidak aktif lagi di dunia militer.

Dia sangat menyadari, komunikasi memang perlu misalnya agar bisa dikenal dan diperhatikan orang serta unjuk kemampuan diri. Disadari olehnya, mungkin apa yang dia lakoni selama ini kurang bagus dari aspek komunikasi sebab dia dianggap tidak mampu menjual dan memamerkan prestasi dan kualifikasi dirinya kepada atasan. Tidak bisa memanfaatkan ide. Tidak bisa memposisikan diri populer di mata atasan.

Tak pernah terbersit sedikitpun di pikiran Budi untuk meminta-minta jabatan. Alasannya sederhana saja. Baginya, jabatan adalah sebuah amanah. Sedangkan amanah itu sendiri merupakan sebuah karunia Tuhan yang sudah ditakar oleh-Nya.

Dia meyakini secara spiritual, setiap jabatan yang diamanahkan atau tugas yang dipercayakan kepada dirinya sudah pasti telah Tuhan takarkan dan sesuaikan dengan kemampuan yang dia miliki.

“Seandainya kita meminta-minta jabatan, lantas kemudian diberi jabatan tertentu, bagaimana kalau ternyata kita tidak sanggup menjalankannya?” tanya Budi dengan nada retoris.
Dia meyakini sekali, setiap tugas yang diamanatkan kepadanya memang yang terbaik untuk dirinya. Karena itu, apapun tugas yang diamanatkan kepadanya dan di manapun dia ditempatkan, dia berusaha semaksimal mungkin mengerjakannya dengan sebaik-baiknya dan penuh keikhlasan.

Dan, Alhamdulillah, Budi Harsono ternyata mampu menunaikan setiap tugas yang diamanatkan kepada dirinya karena Tuhan memang sudah mengukur batas kemampuan (kelebihan dan kekurangan) yang dia miliki

Rabu, 09 Juni 2010

SAYA ORANG YANG BERUNTUNG!......

Percayakah Anda, peruntungan bukan semata karena nasib, tapi bisa diusahakan. Kesimpulannya, Anda bisa beruntung terus menerus kalau berusaha! Benarkah? Tuntaskan rasa penasaran Anda dengan memelajari "ilmu" peruntungan ini. Dijamin, Anda pasti beruntung!

Apakah Anda merasa "bukan orang yang beruntung" atau sebaliknya, selalu beruntung? Profesor Richard Wiseman, penulis The Luck Factor mengatakan, "Ada perbedaan besar antara beruntung (luck) dengan kesempatan (chance)." Menurutnya, "Kesempatan terjadi tanpa perlu diusahakan. Misalnya, Anda menemukan uang di pinggir jalan secara tak sengaja. Sedangkan beruntung merupakan keadaan yang Anda ciptakan dengan memaksimalkan setiap kondisi dan peluang."

Wiseman adalah pakar yang memimpin penelitian di University of Hertforshire, UK, yang melibatkan ribuan orang yang merasa "beruntung" dan "tak beruntung". Dari penelitian itu diperoleh kesimpulan: betapa pentingnya memiliki mental positif. Memiliki mental positif dapat memperbesar peruntungan seseorang! Mulai sekarang, lupakan nasib baik dan mulailah memasuki dunia yang berlimpah keuntungan dengan enam langkah mudah di bawah ini!

Langkah 1: Set Ulang Pikiran Anda
Hentikan pemikiran bahwa Anda orang yang kurang beruntung. Mulailah menghapus "godaan" bernostalgia dan selalu menghidupkan kenangan akan kegagalan dan kekhawatiran yang pernah Anda alami. Kenangan itu justru menghalangi Anda mendapatkan hal-hal terbaik dalam hidup ini. Orang yang beruntung memusatkan perhatian ke masa depan, bukan masa lalu. Mereka juga dapat melihat peluang dalam keadaan seburuk apapun! Hal itulah yang membuat mereka terus bertahan.
Lakukan ini: Menempatkan kembali (reframing) adalah teknik yang sering dilakukan oleh psikoterapis untuk menolong kliennya melihat kehidupan dari "kacamata" yang lebih positif. Caranya, mengubah pengalaman yang selama ini dipandang negatif menjadi positif, dengan mengubah sudut pandang. Jika Anda tak beruntung dalam suatu wawancara kerja. Jangan langsung merasa sial karena tak lolos. Sebaliknya, ucapkan selamat pada diri Anda! Cari hal positif yang bikin Anda merasa beruntung karena keadaan itu. Misalnya, jika lolos dalam wawancara itu, mungkin saat ini status Anda masih menjomblo. Saat hati bersedih karena gagal, Anda memutuskan pergi berlibur. Siapa sangka, Anda malah bertemu pria idaman hati di sana!

Langkah 2: Kerja Keras
Dalam penelitian, Wiseman menemukan fakta bahwa orang-orang sukses tak pernah memikirkan faktor keberuntungan sebagai penyebab keberhasilan mereka. Saat menikmati kemenangan, mereka melihatnya sebagai hasil dari usaha yang dilakukan, bukan semata keberuntungan. Stop melihat keberhasilan dalam hidup Anda semata karena keberuntungan. Pikirkan hal itu sebagai hasil kerja keras Anda!
Lakukan ini: Wiseman menyarankan untuk mencatat "perjalanan keberuntungan" Anda. Caranya, tuliskan semua hal-hal positif yang terjadi dan pengaruhnya dalam hidup Anda. Contohnya, Anda merasa keren dalam balutan celana jeans yang baru saja dibeli. Jangan berpikir kalau Anda sedang beruntung menemukan merek celana yang pas dengan tubuh Anda. Anda lupa, kalau akhir-akhir ini Anda sedang giat berolah raga? Saking semangatnya, timbangan tubuh Anda berhasil mencapai angka ideal dalam waktu singkat. Maka tak perlu heran, jika Anda pantas mengenakan pakaian merek apapun. Pandanglah keberhasilan ini sebagai hasil manis atas kerja keras yang telah Anda lakukan.

Langkah 3: Kelihatan Beruntung
Orang yang beruntung mengharapkan dan selalu terbuka pada kesempatan baik. Tapi semuanya itu tak bisa dipisahkan dari kebiasaanya yang selalu optimis dan positif. Terutama dari bahasa tubuhnya. Dia selalu melakukan kontak mata dengan lawan bicara dan tampil penuh percaya diri, tanpa terkesan arogan. Lakukan hal yang sama pada diri Anda. Mulai sekarang, buang jauh kebiasaan melipat tangan dan membungkukkan bahu, serta menghindari kontak mata yang mencerminkan rasa minder. Bagaimana Anda bisa beruntung dalam dunia percintaan jika kehilangan peluang untuk melakukan kontak mata dengan pria ganteng di sebuah pesta?
Lakukan ini: Alix Needham, pelatih kehidupan dan psikoterapis menyarankan agar Anda menciptakan mantra keberuntungan sendiri. "Mulai dan akhiri setiap hari dengan mengulangi pernyataan yang membuat Anda selalu merasa positif. Misalnya, 'Hal-hal baik pasti mendatangi saya.' Jadikan itu sebagai mantra. Jika Anda sering mengatakannya, maka akan merasuk ke alam bawah sadar dan bersenyawa dengan tubuh Anda. Otomatis, cara Anda berinteraksi pun ikut berubah."

Langkah 4: Jadilah Supel
"Orang yang beruntung memiliki jaringan sosial yang sangat luas. Hal ini jelas meningkatkan peluangnya menjadi orang yang beruntung," kata Wiseman. "Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang sangat erat antara orang yang merasa beruntung dalam kehidupannya dan caranya berhubungan dengan orang lain."

Lakukan hal ini: Jika Anda pergi dengan teman atau rekan kantor pada acara sosial, jangan hanya duduk di meja dan sibuk bicara dengan orang sudah dikenal. Jadilah orang yang ramah dan mudah mengajak kenalan. Dampaknya, Anda tidak hanya memiliki teman baru, tapi orang yang Anda ajak bicara akan sangat berterimakasih karena kehangatan yang Anda ciptakan. Memulai obrolan dengan orang baru akan meningkatkan kesempatan dalam hidup Anda secara luar biasa. Apalagi jika saat ini Anda sedang mencari pekerjaan. "Semakin banyak orang baru yang Anda ajak bicara, semakin banyak pula jalan yang bisa Anda peroleh," saran Wiseman.

Selasa, 08 Juni 2010

Tak Ada Yang Bisa Menghentikan Mereka Yang Pantang Menyerah ..

Anda pernah gagal? Aneh sekali jika tidak. Karena, setiap orang yang pernah membuat pencapaian bermakna, pasti pernah gagal. Jadi, jika merasa tidak pernah gagal; mungkin perlu dicek kembali pencapaian-pencapaian kita selama ini. Tetapi, sungguhkah setiap orang yang pernah mencoba pernah gagal ? Ya. Memang demikian. Tetapi, mengapa ada orang yang kemudian berhasil, dan ada yang tidak? Tahukah anda apa gerangan penyebabnya ?

”Aku tidak pernah kehilangan rasa kagum pada pohon pisang.” begitu saya bilang kepada istri saya ketika melintasi pintu gerbang komplek perumahan kami. Disana ada sebidang tanah kosong yang ditumbuhi beberapa rumpun pohon pisang. Ketika melintasinya, saya melihat beberapa batang pohon yang tumbuh dari pohon yang sudah ditebang. ”Karena,” saya melanjutkan. ”Mereka tidak pernah berhenti untuk tumbuh meski sudah ditebang.”

Mendengar pernyataan itu, istri saya tertawa geli. ”Iya,” katanya. ”Temanku sampai mencincangnya berkali-kali.” lanjutnya.

”Mencincang pohon pisang?” Saya dilanda keheranan. Kok ada orang yang mencincang pohon pisang. Bagi saya, kata ’mencincang’ memiliki unsur horor yang diciptakan dari kekesalan seseorang terhadap sesuatu. Kecuali ’daging cincang’, tentu saja.

Lalu, istri saya menceritakan tentang temannya yang membeli sebuah rumah minimalis yang cantik. Namun, dihalaman rumahnya terdapat pohon pisang. Rasanya janggal ditengah kota ada rumah minimalis yang ’dihiasi’ pohon pisang dihalamannya. Sangat mengganggu pemandangan. Maka, ditebanglah pohon pisang itu. Masalahnya, setiap kali ditebang sang pemilik baru rumah minimalis itu; sang pohon pisang selalu tumbuh lagi. Ditebang lagi. Tumbuh lagi. Sampai-sampai pemilik rumah kesal. Hingga, suatu kali dicincangnya itu batang pohon pisang. Matikah pohon pisang itu setelah dicincang? Subhanallah. Dia tumbuh lagi!

Setelah seluruh upayanya untuk ’mematikan’ pohon pisang itu gagal, akhirnya teman istri saya memutuskan untuk ’mengijinkannya’ tumbuh dihalaman. ”Yah sudahlah…, kalau berbuah nanti bisa dimakan juga,” begitu sang pemilik rumah bilang.

Anda yang pernah membaca buku pertama saya ’Belajar Sukses Kepada Alam’ tentu masih ingat kisah seorang petani yang mengajarkan nilai-nilai keteguhan hati kepada anaknya. Beliau menggunakan pohon pisang sebagai media untuk menunjukkan keutamaan sifat pantang menyerah itu. Sebab, pohon pisang; tidak mau mati ketika ditebang. Dia hanya akan bersedia mati, setelah dia berbuah. Kalau dia ditebang sebelum berbuah, jangan harap anda dapat membunuhnya. Lalu, petani itu berkata kepada anaknya; ”Ada satu cara yang tidak mungkin membiarkan engkau gagal, Nak.”

”Apakah gerangan itu Ayahanda?” Tanya sang anak. ”Yaitu, engkau tidak berhenti melakukan sesuatu; sebelum berhasil.” jawabnya.

 Apa yang saya ceritakan diatas bukanlah kisah rekaan belaka. Melainkan sebuah realitas yang jika kita resapi maknanya; akan menuntun kita kepada sebuah keunggulan pribadi kelas tinggi. Sebab, seseorang yang memiliki semangat hidup seperti pohon pisang tidak akan pernah berhenti sebelum dia berhasil mewujudkan cita-citanya. Karena, falsafah hidup pohon pisang berbunyi;”tidak akan pernah menyerah, sebelum berbuah.” Sehingga, orang-orang yang menerapkan falsafah itu; tidak akan pernah menyerah, sebelum berhasil mewujudkan tujuan hidupnya.

Apa tujuan hidup anda? Saya tidak tahu. Yang pasti, tidak satupun manusia dimuka bumi ini yang tidak memiliki tujuan hidup. Apa tujuan hidup pohon pisang? Untuk berbuah. Kita tanya sekali lagi; apa tujuan hidup anda? Mungkin untuk berbuah juga. Namun, buah yang kita hasilkan bukan berupa tumbuhnya organ atau bagian tubuh secara fisikal. Melainkan, sebuah karya yang dihasilkan oleh tindakan dan perbuatan yang kita lakukan.

Jikapun kita masih belum mampu mendifinisikannya, tidak berarti tidak memilikinya. Karena, manusia normal memiliki ’will’ atau kehendak. Sehingga, pastilah mereka mempunyai dorongan dari dalam diri untuk berprestasi. Atau mencapai sesuatu dalam hidupnya. Oleh karenanya, sekalipun kita belum mampu mendefinisikan tujuan hidup kita dengan jelas, namun kita selalu memiliki keinginan untuk mencapai sesuatu. Dan itu bisa berarti sebuah anak tangga untuk menuju kepada wujud ’tujuan hidup’ itu. Misalnya, ingin mendapatkan jabatan lebih tinggi lagi. Ingin memiliki uang lebih melimpah lagi. Ingin menjual lebih banyak lagi. Ingin memberi manfaat kepada orang lain lebih besar lagi. Ingin menjadi orang yang lebih penyayang. Dan sebagainya. Anda tentu memiliki keinginan-keinginan semacam itu, bukan?

Sekarang, coba periksa lagi; apakah perjalanan kita untuk mewujudkan keinginan itu selalu berjalan dijalur mulus. Atau selalu melintasi jalan terjal, licin, dan berliku? Yah, kadang-kadang segala sesuatu berjalan seperti yang kita inginkan. Namun, kita tahu bahwa tidak selamanya semudah itu. Pada saat segala sesuatunya indah, tentu hati kita berbunga-bunga. Hingga kita sering lupa daratan. Namun, pada saat segala sesuatunya begitu sulit; kita sering sekali mudah patah semangat. Dan gampang menyerah.

Padahal, pohon pisang itu tidaklah demikian. Bahkan setelah berkali-kali dicincang; dia tumbuh lagi. Dan terus tumbuh lagi. Saat sang pemilik rumah menemukan bahwa tidak ada gunanya terus menerus menebang pohon pisang; kita jadi tahu bahwa tak ada yang bisa menghentikan mereka yang pantang menyerah. Sebab, mereka yang pantang menyerah tidak akan pernah berhenti untuk berusaha. Seberat apapun tantangan yang mereka hadapi. Seperih apapun penderitaan yang mereka alami. Sesulit apapun rintangan yang mereka lintasi.

Duh, andai kita mampu mencerna falsafah pohon pisang itu. Lalu meresapinya didalam hati. Kemudian menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Mungkin tak ada satu hal pun dimuka bumi ini yang mampu membuat langkah kita terhenti. Karena, dengan falsafah itu; maka kita. Tidak akan pernah berhenti. Sebelum Berhasil. Mewujudkan. Tujuan hidup kita.


Moral-of-The-Story :

Ada satu cara yang pasti membuat kita berhasil. Yaitu, pastikan saja.. kita tidak berhenti melakukan sesuatu; sebelum berhasil ..

- Michael Ballack Inc. -

Senin, 07 Juni 2010

Ciptakan Kehidupan, Bukan Sekedar Hidup ..


Untuk dapat sekedar hidup, mungkin kita tidak perlu bersusah payah mencari peluang ataupun memikirkan bagaimana meningkatkan kualitas dan manfaat diri kita. Namun sebagai mahluk yang paling spesial diantara mahluk ciptaan Tuhan YME, kita berkewajiban untuk mendapatkan kehidupan yang berarti. Kita harus berupaya semaksimal mungkin. Sebuah pepatah bijak menyebutkan, “Find a meaningful need and fill it better than anyone else. – Kejarlah sesuatu yang bermakna, dan gunakanlah setiap peluang yang ada secara lebih baik dari siapapun.”


Ada beberapa langkah untuk menjadikan kehidupan kita menjadi lebih berarti. Langkah pertama adalah memperbesar kemauan untuk belajar. Manusia mempunyai pikiran yang luar biasa, maka gunakan pikiran tersebut untuk belajar menciptakan kemajuan-kemajuan dalam hidup. Kita dapat belajar dari berbagai hal, diantaranya adalah belajar kepada pengalaman hidup, kegagalan, kejadian sehari-hari, orang lain dan sebagainya. Maka tingkatkan terus kemauan belajar.

 Langkah kedua supaya kehidupan kita lebih berati adalah mencoba melakukan sesuatu agar lebih dekat dengan impian yang diidamkan. Bekerjalah lebih keras, lebih aktif atau produktif. Langkah ini sangat efektif dalam meningkatkan kemungkinan mendapatkan uang, kekayaan atau segala sesuatu yang berharga bagi manusia.

 Satu hal yang patut dijadikan pedoman bahwasanya kerja keras itu bukan semata-mata mengejar 5 P, yaitu power (kekuasaan), position (posisi), pleasure (kesenangan), prestige (kewibawaan) dan prosperity (kekayaan). Setiap usaha yang hanya berorientasi kepada lima hal tersebut memang menjamin kesuksesan atau bahkan hasil yang melimpah ruah, tetapi tidak menjamin sebuah akhir yang menyenangkan. Contohnya adalah sebuah fakta tentang delapan orang miliarder di Amerika Serikat yang berkumpul di Hotel Edge Water Beach di Chicago, Illionis pada tahun 1923. Mereka adalah orang-orang yang sangat sukses, tetapi mengalami nasib tragis 25 tahun kemudian.

Salah seorang diantara mereka adalah Charles Schwab, CEO perusahaan besi baja ternama pada waktu itu, yaitu Bethlehem Steel. Tetapi Charles Schwab mengalami kebangkrutan total. Sehingga ia terpaksa berhutang untuk membiayai hidupnya selama 5 tahun sebelum meninggal. Yang kedua adalah Richard Whitney, President New York Stock Exchange. Namun pria ini ternyata menghabiskan sisa hidupnya dipenjara Sing Sing. Orang ketiga adalah Jesse Livermore, raja saham “The Great Bear” di Wall Street. Tetapi Jesse mati bunuh diri.

Orang ke empat adalah “The Match King”, Ivar Krueger, CEO perusahaan hak cipta, yang juga mati bunuh diri. Begitu juga dengan Leon Fraser, Chairman of Bank of International Settlement, ia mati bunuh diri. Yang keenam adalah Howard Hupson, CEO perusahaan gas terbesar di Amerika Utara. Tetapi ia sakit jiwa dan dirawat di rumah sakit jiwa hingga akhir hidupnya. Arthur Cutton sebelumnya adalah pemilik pabrik tepung terbesar di dunia, tetapi ia meninggal di negri orang lain. Sedangkan Albert Fall, waktu itu ia adalah anggota kabinet presiden Amerika Serikat. Namun ia meninggal di rumahnya di Texas ketika baru saja keluar dari penjara.

Di dunia ini tidak sedikit orang yang semula sangat sukses, tetapi merana di tahun-tahun terakhir kehidupan mereka. Kehidupan mereka seakan-akan tidak berarti meskipun sebelumnya sangat kaya raya. Upaya terbaik memang dapat menghasilkan kesuksesan besar, tetapi bukan berarti merupakan jaminan sebuah akhir kehidupan sebagai manusia yang penuh arti.

Karena itu langkah berikutnya yang harus kita lakukan adalah mengimbangi kerja keras dengan berbuat kebaikan. Seorang penulis pada abad 20-an yang berkebangsaan Perancis, AndrĂ© Gide, mendefinisikan kebaikan itu sebagai berikut; “True kindness presupposes the faculty of imagining as one’s own the suffering and joys of others. – Kebaikan yang sesungguhnya adalah kemampuan merasakan penderitaan maupun kebahagiaan orang lain.”

Kerja keras yang diimbangi dengan berbuat kebaikan akan menghasilkan semangat yang tinggi untuk mendapatkan lebih dari apa yang dibutuhkan. Hal itu terdorong oleh keinginan untuk dapat berbagi kebahagiaan dengan orang lain. Pada akhirnya kebaikan tersebut berpengaruh positif terhadap semangat hidup, motivasi, dan kemajuan sikap dan ekonomi. James Allen, penulis buku berjudul As a Man Thinketh mengatakan, “Pemikiran serta perbuatan baik tidak mungkin mendatangkan hasil yang buruk; pemikiran dan perbuatan buruk tidak mungkin mendatangkan hasil baik.”

Dengan belajar, bekerja keras dan berbuat kebaikan maka kita akan dapat menciptakan kehidupan yang jauh lebih berarti. Langkah-langkah sebagaimana dijelaskan diatas terbukti juga sangat efektif menjadikan kesan positif tentang diri kita tidak mudah dilupakan orang. Saya meyakini bahwa kita masih mempunyai banyak kesempatan dan potensi untuk mendapatkan kehidupan berharga itu dimanapun dan apapun pekerjaan kita.

Sumber : Make A Life, Not Merely A Living – Ciptakan Kehidupan, Bukan Sekedar Hidup oleh Andrew Ho.


- Phillip Lahm Inc. -

Minggu, 06 Juni 2010

Solution-Based Communication Skills .....

Berapa banyak program kerja kita macet hanya gara-gara kegagalan komunikasi diantara orang-orang yang terlibat didalamnya? Berapa kali kita terperangkap dalam konflik dengan departemen lain hanya lantaran rajutan komunikasi yang berantakan? Sialnya, banyak orang menganggap remeh soal komunikasi, dan memandang ketrampilan ini sebagai sesuatu yang “given”, dan karenanya tidak perlu ditelisik dengan penuh kesungguhan. Padahal kita tahu, mayoritas waktu kerja kita berisikan percakapan dengan orang lain.


Dinamika kerja mungkin akan menjadi lebih indah terjalin kalau saja kita mau meluangkan sedikit waktu untuk mempelajari prinsip sederhana dari komunikasi.


Baiklah, sebelum kita menjelajah jauh mengenai sejumlah tips kunci dalam membangun komunikasi produktif, ada baiknya kita mengingat 3 prinsip dasar komunikasi berikut ini :


   1. Cara kita mulai memulai pembicaraan seringkali menentukan hasil komunikasi. Sebab itulah selalu pilih cara yang pas dan santun untuk mulai mengemukakan gagasan kita, apalagi jika gagasan ini kita anggap penting bagi kemajuan bersama.
   2. Cara kita menyampaikan pesan selalu berpengaruh terhadap bagaimana pesan itu diterima dan dipahami. Hmm. Sebuah prinsip yang layak kita kenang selalu.
   3. Komunikasi yang sebenarnya adalah pesan yang diterima, bukan pesan yang ingin disampaikan. Diskomunikasi acap terjadi karena kegagalan memahami fiolosofi yang terkandung dalam prinsip ini.

Tiga prinsip diatas sungguh sederhana, namun sekaligus bersifat fundamental. Mungkin kita perlu memasang tiga prinsip itu di dinding ruang kantor, agar semua orang bisa selalu mengingat, menyerap dan mempraktekannya.

Setelah menjejak tiga prinsip komunikasi diatas, kita barangkali perlu juga mengetahui ada beragam langkah praktis yang bisa diusung agar komunikasi kita menjadi lebih elegan.


Tips praktis yang pertama adalah ini: Tiada salahnya jika kita selalu memperhalus kata-kata ‘kamu’ untuk menghindari suara yang seolah menekan. Sebagai ganti dari : ‘Kamu harus…’, katakan ‘Dapatkah anda…’ atau ‘Dapatkah anda melakukan …’  Ucapan yang kedua tentu terasa lebih santun.

Tips 2 : Fokus pada solusi, bukan pada masalah. Sebagai ganti dari ‘Waktu untuk sosialisasi telah habis…….’, katakan ‘Saya akan mencari alternatif solusi agar kegiatan sosialisasi bisa terus berjalan….’ Jadi kelak ketika kita terbentur pada masalah, paksa otak kita untuk berpikir mencari solusi, dan bukan berulangkali mengucapkan masalah, masalah dan masalah……Betapa seringnya kita mendengar orang dengan mudah berbicara tentang masalah……dan gagal membentangkan solusi. Berbicara tentang solusi selalu akan lebih produktif daripada terpaku pada masalah.

Tips 3 : Mengambil tanggung jawab – dan bukan sekedar menyalahkan. Sebagai ganti dari ‘Ini bukan kesalahan saya’ atau ‘Ini kesalahan bagian lain’, katakan ‘Ini yang dapat kita lakukan untuk menyelesaikan hal itu’. Langkah ini sungguh terasa penting, sebab betapa seringnya kita mendengarkan omelan di kantor yang saling menyalahkan (dan oh, memang menyalahkan orang lain itu mudah dilakukan dan mungkin terasa nikmat…..). Namun pola komunikasi semacam ini tentu hanya akan meninggalkan suasana kerja yang kelam dan tidak mencerahkan.

Karena itu, please remember : kelak ketika dihadapkan pada situasi seperti diatas, ucapkan kalimat : Apa yang bisa kita lakukan bersama untuk mengatasi kegagalan ini. Ucapan semacam ini jauh lebih produktif, daripada membuang waktu untuk saling menyalahkan. Lenyapkan kosa kata “saling menyalahkan” dari kamus otak Anda.

Tips 4 atau terakhir : Bagi informasi daripada berdebat atau menuduh. Sebagai ganti dari ‘Bukan, pendapat Anda salah’, katakan ‘Saya melihatnya seperti ini….’ Atau : ‘Apakah kita bisa mempertimbangkan pandangan seperti ini……’. Menghargai pendapat orang lain, sambil mengucapkan pandangan alternatif dengan santun akan membuat proses rapat atau meeting menjadi lebih komunikatif….dan tidak sekedar buang waktu bedebat kusir.

Demikianlah empat tips praktis dan sederhana tentang komunikasi yang berfokus pada solusi. Sederhana rasanya, namun sayang kita acap menyepelekannnya, atau melupakannya. Padahal corak komunikasi kita dengan rekan sekantor pasti akan lebih keren kalau kita bisa mempraktekkan empat tips sederhana itu.

Jadi, cobalah distribusikan dan share tulisan ini kepada segenap rekan kantor Anda.

Semoga kelak semua karyawan di kantor Anda bisa menjadi insan-insan yang produktif dalam berkomunikasi.


by Yodhia Antariksa


- Bastian Schweinsteiger  Inc. -

Rabu, 02 Juni 2010

Bercermin Kepada Orang Lain

Selalu ada saat-saat di mana perasaan saya sedemikian sesak. Selalu ada ketika di mana saya tak mampu berpikir lagi atas permasalahan yang saya hadapi. Selalu ada masa di mana saya merasa sangat menderita dan butuh teman yang menguatkan saya. Dan pada saat-saat seperti itu, saya berusaha untuk tidak menyendiri meskipun saya sangat ingin. Karena, pengalaman menunjukkan bahwa menyendiri akan membuat saya lebih terpuruk, kian menderita dan bersedih lebih dalam.

Jika saat-saat itu datang, biasanya saya menghubungi salah satu dari beberapa teman dekat untuk bertemu atau sekedar say hello via sms, telpon, imel atau messenger/chat. Tentu saja, sebagai teman baik, saya ingin curhat kepada mereka tentang perasaan saya, tentang penderitaan saya, tentang kepedihan saya, tentang permasalahan saya dan seterusnya. Atau, kadang-kadang saya bertemu mereka hanya karena sekedar ingin bertemu. Barangkali ngobrol dan makan bersama mereka akan memberikan keringanan perasaan untuk saya.

Namun ketika akhirnya bertemu (salah satu dari) mereka, sangat sering saya tidak jadi curhat atau pun mengeluh. Yang terjadi kemudian adalah lebih banyak saya yang menjadi pendengar tentang 'hidup' mereka dalam beberapa waktu terakhir. Atau kalau pun tidak tentang hidup mereka, kami tidak membicarakan perasaan atau permasalahan saya, namun ngobrol/sharing tentang aktifitas sehari-hari dan hidup secara umum dan penyikapannya.

Berhadapan dengan mereka, sering membuat saya kehabisan kata-kata. Bersama mereka, sering membuat saya merasa demikian kecil. Saya bukan apa-apa sama sekali. Bahkan saat bersama mereka, saya tak lagi merasa perlu menceritakan permasalahan saya. Apa yang saya alami, apa yang saya hadapi, apa yang saya lewati hanyalah sebuah hal remeh temeh yang tak ada artinya. Dan itu dengan sendirinya menyembuhkan rasa penderitaan dan kepedihan yang saya alami.

Mendengarkan kisah hidup mereka, mengetahui permasalahan mereka dan bagaimana mereka mengatasi hari-hari berat itu, atau bahkan hanya mendengar pemikiran mereka tentang sesuatu memberikan pelajaran bagi saya tentang hidup dan kehidupan. Pada mereka saya mengerti tentang lika-liku dunia yang tak selalu berjalan seperti harapan. Pada mereka saya tahu, bahwa begitu banyak hidup yang lain. Meski tidak saya sadari, bahkan tidak pula saya mengerti sebelumnya.

Mereka, salah satunya adalah seorang gadis dua puluh empat tahun, eks teman sekost saya yang sejak kecil sudah harus berjuang membiayai hidupnya sendiri. Sempat menjadi baby sitter untuk dapat bersekolah, kemudian bekerja di pulau seberang demi kuliah. Dia kini menjadi tulang punggung keluarganya: adik, orang tuanya, dan bahkan kakaknya yang telah berumah tangga. Dia sering merasa letih menanggung semuanya, apalagi tanpa penghargaan semestinya dari orang-orang yang ia perjuangkan. Namun saat-saat demikian ia masih sanggup berkata, "Aku harus kuat. Aku tidak boleh stress seberat apa pun permasalahan yang kuhadapi. Aku tidak boleh sakit meskipun makan hati. Demi bapak ibuku. Demi adikku. Demi kakak dan keponakanku. Demi hidup dan masa depanku sendiri."

Mereka, di antaranya adalah seorang laki-laki yang sosoknya teramat sering membuat saya terenyuh. Tubuh yang amat kurus dan sakit-sakitan. Hidupnya penuh kesulitan sejak kecil, namun dalam usianya yang begitu muda, 22 tahun, dia telah menorehkan prestasi yang cukup membanggakan: sering menjuarai berbagai lomba karya ilmiah hingga tingkat nasional, memenangkan predikat remaja berprestasi, mendapat beasiswa sekolah hingga kuliah dan akhirnya lulus dari sebuah kampus negeri paling bergengsi di negeri ini dengan nilai cukup memuaskan.

Salah satu dari mereka adalah, seorang pemuda yang dengannya saya tak pernah berbicara hal-hal pribadi. Melalui obrolan kami, saya belajar banyak padanya tentang idealita, berpikir kritis-analitis dan kreatif, membangun jaringan, dan bersikap baik pada semua orang. Dia, yang sudah yatim sejak kecil. Dia yang kemampuannya menyembunyikan segala persoalan pribadi, kesukaannya bercanda, dan kedewasaannya berpikir membuatnya nampak begitu sempurna. Dia, yang dalam usianya yang baru dua puluh tiga, sudah menduduki jabatan manajer di kantornya.

Salah satu dari mereka adalah, seorang gadis dua puluh lima tahun yang selalu menjadi 'tempat sampah' bagi saudara-saudara kandungnya. Dia belum menikah, tapi dia harus menangani kakaknya yang akan menikah, bahkan harus menjadi jembatan bagi kakaknya yang hendak bercerai. Dia yang pernah berkata kepada saya dengan kepedihan mendalam, "Aku bungsu dari tujuh bersaudara, tapi mengapa aku harus menjadi si sulung yang mesti bertanggung jawab atas semua kekacauan dalam hidup mereka?" Namun toh, akhirnya dia tetap mengambil semua tanggungjawab itu dengan gagah perkasa.

Salah satu dari mereka adalah seorang pria yang saya tak tahu lagi mesti berkata apa tentang perjalanan hidupnya yang amat papa. Pria dua puluh enam tahun itu terlihat lebih tua dari usianya. Sejak kecil dia terlunta. Menderita dan mengambil tanggungjawab yang tak semestinya ketika baru memasuki usia dewasa, dan kini, harus sangat tertatih dalam karir dan rumah tangganya. Namun dalam kondisinya yang seperti itu, ia masih memiliki empati yang amat besar pada saudara. Ukhuwahnya benar-benar tak terkira. Dia selalu ringan tangan menolong saudara dan sahabatnya yang kesusahan tanpa membiarkan mereka tahu dia sendiri tengah kesulitan.

Salah satu dari mereka adalah...

Oh, masih banyak lagi yang lain, sobat baik yang menjadi cermin hidup saya. Sungguh saya merasa sangat bersyukur, Allah mempertemukan saya dengan mereka, bahkan kemudian menjadi salah satu teman dekat mereka, sahabat mereka, Insya Allah. Orang-orang yang pada mereka saya bercermin dan belajar. Tentang kesungguhan. Tentang kesabaran. Tentang keempatikan. Tentang ketangguhan. Tentang kekreatifan. Tentang penyikapan hidup. Tentang semuanya... hingga saya mengerti, dengan cermin mereka, saya dapat menyelesaikan dan menyikapi permasalahan hidup saya tanpa harus selalu curhat dan minta nasehat.

***

Azimah Rahayu
(mail azi_75 at yahoo dot com)
Paseban, 160105, untuk sobat-sobat mudaku: kalian tak pernah tahu betapa istimewa kalian bagiku!